Langsung ke konten utama

Etika Memanfaatkan "Syariat" Pelaris Trafik

Semenjak pagi jam 8 tadi saya memainkan papantut (keyboard) ini, "Aceh" itulah kata yang sering saya lakukan saat berselancar di dunia yang tidak ada wujud nyata ini. Ces, satu berita dengan judul sangat panjang pun saya dapat, sepertinya ini krusial namun saya belum sempat baca dan fokus lagi, lalu lanjutkan lagi pada pelajaran hari ini tentang bocoran persaingan telekomunikasi di Indonesia.

Siang masih berlanjut, karena hari jum'at tentu agak berkurang aktivitas untuk mengakses internet ini. Dan sekarang adalah waktunya saat saya menulis ini, perihal berita di atas masih saja terbuka di laman peramban. Baca sekilas, ternyata menarik dan isunya pun lagi-lagi sangat sakral dengan kondisi Aceh saat ini.

Dari sekilas pun lalu terfokus sudah. Kondisi apa itu? ya kondisi dunia online plus ramuan media yang kian hari bukan kian santun nan bijak tapi menjurus pada agen pencuri trafik dengan label 'syariat'.

Menarik bukan, jika saya mengutip berita ini tentu akan banyak orang untuk membaca dan akhirnya nanti ini bisa jadi berita hot trend (seum ek manok), begitu pikir saya. Lantas hanya hitungan jam, berita yang saya buka di atas telah dimuat sebagian kutipan dari laman tersebut di media lokal di Aceh.

Lagi-lagi nama media lokal itu saya tidak sebut, mengingat ini kepentingan saya dan refleksi pribadi bukan kepentingan lainnya. Beberapa hari lalu saya juga menyebut dengan HAM, yah kalau bisa dibilang hamburger dengan rasa sama soal 'syariat'.

Tidak ada yang salah dengan Syariat, yang salah itu tentu orang yang tidak patuh syariat. Toh syariat bukan datang dari manusia. Ups, sudah jangan kepanjangan membahas ini.

Kembali pada media lokal tadi, setelah pemberitaan itu diturunkan. Saya lanjutkan pada investigasi lanjutan. Toh, apa yang telah dikutip dari berita itu saya pantau lebih lanjut. Dan praduga saya pun mengatakan bahwa yang dikutip adalah media berbasis agama (SARA) dan itu pun yang tercium dari cara penulisan dan penyajiannya.

Bak mercon yang dibakar, tentu akan keluar suara dong kecuali merconnya produk gagal dan bunyinya pun sedikit cho' (tidak karuan). Mencari akar pemilik media yang mengumbarkan berita tersebut memang mudah, hal pertama bisa kita lihat dari sisi tampilan, about us, short history, who.is dan faktor-faktor x lainnya yang tak mungkin diurai satu per satu.

Kesimpulan akhir, kalau pun dibilang hipotesa saya kira juga mungkin bisa karena ini sifatnya pribadi. Media tersebut salah satu bagian dari kaki tangan misionaris (penyebaran agama), jadi sangat-sangat wajar saat mereka menurunkan berita berbau 'syariat' tentu bukan lagi poh sampeng yang dimainkan justru hajar bleh dan lokasinya itu Aceh sarana empuk untuk menghajar itu.

Karena apa? karena beberapa pegiat hamburger juga menyukai hal-hal yang berbau 'syariat' selain untuk menekan kepentingan yang menindas secara politis dan budaya juga bisa menekan hal-hal yang bisa dipencet lainnya lewat bantuan media lokal khususnya.

Jadi, apakah setidaknya media lokal lebih peka untuk tidak sembarang mengutip dan mempublikasikan hal yang menjurus pada etika. Etika apa? disini ya etika mereka dalam mengontrol opini yang tidak bergulir dengan melecehkan 'syariat' itu sendiri.

Jika itu sudah berbau misionaris, mempublikasikan kembali (repro) itu bukannya bagian dari mengkampanyekan hal yang sama, cuma saja dibalut dalam label syariat? tentu jawabannya homhai apa peduli saya. Setidaknya ini pelajaran berarti buat saya melihat media lokal yang bisa berperan dalam menjaga 'syariat' terlepas dari topik selama ini yang terlalu menggunung es itu. Wallahu a'lam bish shawab

ilustrasi dari xcelus.com

POPULAR

Rasulullah Pingsan dan Menangis Saat Mendengarkan Jibril Mengisahkan Pintu Neraka

Yazid Ar raqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata: Jibril datang kepada Rasulullah pada waktu yang ia tidak biasa datang dalam keadaan berubah mukanya, maka ditanya oleh Rasululah Saw: "Mengapa aku melihat kau berubah muka (wajah)?" Jawabnya: "Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yang mengetahui bahwa neraka Jahannam itu benar, siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu terbesar untuk bersuka-suka sebelum ia merasa aman daripadanya".

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...