Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label GAM

Refleksi: Siapakah Orang Aceh?

Oleh Kris Bheda Somerpes Pada pertengahan April 2008 saya bergabung dengan Sunspirit For Justcice and Peace, sebuah lembaga swadaya masyarakat lokal-nasional yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat dan pembangunan perdamaian berbasis komunitas di wilayah Aceh Barat. Awalnya saya agak keberatan ketika diajak bergabung, lantaran image tentang Aceh dalam ruang kepala saya dilukiskan sebagai sebuah wilayah yang mengerikan, penuh pergolakan dan bergejolak. Kesan ini tentunya amat beralasan bagi seseorang yang belum pernah mengenal Aceh secara lebih dekat dan mendalam seperti saya. Namun, rasa penasaran dan keingintahuan saya selalu mendesak untuk mencobanya. Ketakutan dan kengerian justru melenyap perlahan ketika bermunculan aneka cerita seputar Aceh yang justru melahirkan tanda tanya dan mengundang keingintahuan. Ada cerita seputar kelamnya konflik TNI- GAM, yang menarik bagi saya seputar cerita ini adalah bagaimana orang Aceh memahami perang. Ada pula cerita seputar kelamnya...

Catatan Sejarah: Aceh dan Pulau Penang (1792-2011)

Mesjid Lebuh Aceh, Pulau Penang Menurut penelitian Sayed Dahlan yang dikuatkan dengan dokumen Kesultanan Aceh bertahun 1224 H (1800 M) yang ditandatangani Sultan Mahmud Syah, Habib Abdurrahman diangkat menjadi Bentara Laksamana karena memiliki kelebihan dalam bidang kemiliteran dan kelautan, yang bertugas menghalau kapal-kapal perang penjajah Belanda yang ingin menguasai Aceh. Markas besar beliau adalah di delta Sungai Krueng Tingkeum Monklayu yang sangat strategis. Maka sejak saat itu Habib Abdurrahman kemudian tinggal di Monklayu sebagai tokoh pemerintah dan ulama yang dipercaya Sultan yang seterusnya dilanjutkan oleh anak keturunan beliau. Sejak Habib Abdurrahman menjadi Teuku Chik yang berkedudukan di Monklayu, maka mulai berkembanglah daerah tersebut, terutama Kuala Ceurapee menjadi salah satu daerah pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang, baik dalam dan luar negeri. Tempatnya yang strategis di delta sungai yang dapat menghubungkan dengan daerah hulu sungai sebagai sa...

Awal Kehancuran Kerajaan Aceh Darussalam

Masa Pemerintahan Sulthan Alaiddin Mahmud Syah, Kerajaan Belanda mengultimatum Kerajaan Aceh tertanggal 26 maret 1873 dengan diikuti pengiriman tentaranya untuk menyerang Kerajaan Aceh, sehingga pertempuran dua negara pun tak bisa dielakkan. Kerajaan Aceh pun dengan segala upaya mempertahankan kedaulatannya, baik melalui pertahanan maupun dengan cara diplomasi. Dengan pertahanan, Prajurit Kerajaan Aceh mampu menewaskan Panglima perang tentara Belanda yakni : Jenderal Mayor J.H.R Kohler. Di bidang diplomasi Kerajaan Aceh pun mengirim utusan ke Kerajaan Ottoman Turki Usmani serta mengadakan diplomasi ke Amerika Serikat melalui konsulnya di Singapura. Setelah gagal dalam Invansi pertama, Kerajaan Belanda menyiapkan Invansi kedua untuk membumi-hanguskan Kerajaan Aceh agar takluk di bawah pemerintahan Ratu Belanda. Rakyat Aceh yang beragama Islam dengan semangat Jihad fi sabilillah tetap mempertahankan Kedaulatan Negaranya Dalam invansi kedua ini, pasukan Belanda mampu merebut “Dala...

Memburu Teroris di Tanah Rencong

Pada awalnya banyak pihak kurang yakin jika di Aceh ada kelompok bersenjata jaringan teroris yang berlatih di pegunungan kawasan Jalin, Kecamatan Jantho, Aceh Besar, awal Maret 2010. Dari pegunungan kawasan Jalin, sebagai pembuka pengejaran kelompok bersenjata jaringan teroris tersebut terus berkembang ke beberapa titik lainnya di wilayah Aceh Besar. Polri menyebutkan bahwa di pedalaman kawasan Jalin tersebut telah dijadikan sebagai lokasi latihan bersenjata jaringan teroris dengan kekuatan diperkirakan mencapai 50 orang. Informasi tentang adanya jaringan bersenjata dipedalaman Jalin itu berdasarkan laporan masyarakat. Kemudian polisi melakukan pengintaian selama beberapa bulan sebelum akhirnya dilakukan penyergapan lokasi.

Foto: Lamkabeu dan Kontak Tembak

Warga menyemprot hama di sawah miliknya di Desa Lamkabeu Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, Senin (8/3). Pasca kontak tembak aparat kepolisian dengan kelompok bersenjata, Kamis silam, aktifitas warga normal kembali. Polisi memeriksa identitas warga yang menuju ke Desa Lamkabue Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, Senin (8/3). Polisi telah menutup akses ke semua lokasi yang diduga tempat persembunyian teroris, pasca tewasnya 3 anggota polisi dan 10 luka tembak.

Blog Al Qaidah Aceh

Mabes Polri sedang mendalami blog bernama alufuq.wordpress.com (suspended), yang memuat pernyataan bahwa ada kelompok yang mengaku sebagai Tandzim Al Qoidah Indonesia Serambi Makkah yang menyinggung soal jihad di Aceh. Belum diketahui secara pasti apakah kelompok ini terkait dengan kelompok bersenjata yang kini sedang diburu polisi. "Keterlibatan atau merupakan jaringan dengan kelompok di Aceh masih kita cek. Masih didalami siapa yang buat blog itu, apakah serius atau sekedar iseng," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang, Sabtu 6 Maret 2010. Penelusuran VIVAnews, Sabtu 6 Maret 2010, blog bernama alufuq.wordpress.com itu terakhir diposting pada 5 Maret 2010. Yang menarik adalah postingan 2 Maret 2010. Postingan tersebut merupakan pernyataan resmi mereka terkait aksi di Aceh. Berikut pernyataan kelompok ini:

Indonesian Police Raid Terror Group in Aceh

The Indonesian police arrested three persons in Aceh on Tuesday thought to have ties to the late JI terrorists Imam Samudra and Noordin Top. The three were detained following a firefight in the jungles of Aceh Besar district. In addition, one local resident was killed and his son injured as a result of the crossfire. Two of the suspects are from Pandeglang district, Banten province. The third was from Aceh. The raid lasted fourteen hours and involved 100 police officers. The police announced that they had been watching the group since September 2009 after locals reported paramilitary-style training in the jungle. In the raid, the police confiscated a Malaysian Army uniforms, knives, a telescope, and a large amount of cash. There was no initial mention of any firearms captured from the suspects.

Sejarah Aceh Perlu Dimasukkan dalam Kurikulum Sekolah

Sosiolog, dan aktifis HAM Aceh, Otto Syamsuddin Ishak, mengatakan, bahwa sejarah Aceh perlu dimasukkan dalam kurikulum pelajaran di sekolah. Karena, generasi mudah Aceh saat ini tidak paham terhadap sejarahnya sendiri. “Sejarah Aceh memang belum dituliskan dalam bentuk sebuah buku induk, tetapi perlu usaha dan keseriusan pemerintah Aceh sendiri dalam hal ini, jika memang Aceh adalah sebuah kaum yang beradab yang menghargai jiwa para pahlawan,” katanya, siang ini. Dikatakan, bahwa buku Aceh Sepanjang Abad karya, Muhammad Said, pendiri Waspada, dapat dijadikan acuan untuk sementara. Pemerintah perlu memperhatikan sejumlah penulis sejarah, dan mereka-mereka yang berkaitan dengan usaha memelihara budaya, termasuk penulis sastra.