Langsung ke konten utama

Teknologi ATM Indonesia Ketinggalan 10 Tahun Dari Malaysia


Kasus pencurian uang nasabah bank melalui anjungan tunai mandiri (ATM) harus diusut tuntas. Pada saat yang sama, bank harus meningkatkan sistem keamanan transaksi “kartu uang” itu. Semua langkah ini penting demi mencegah terjadinya krisis kepercayaan terhadap perbankan yang bisa mengganggu perekonomian nasional.

Jumlah nasabah yang uangnya digangsir memang hanya ratusan dengan nilai cuma beberapa miliar rupiah. Ini juga bukan pertama kalinya terjadi pembobolan terhadap kartu kredit maupun kartu debit. Tapi pencurian kali ini merupakan yang terbesar yang pernah terjadi di ATM. Dapat menggangsir anjungan uang milik enam bank besar milik pemerintah dan swasta, jelas sekali pelakunya sangat lihai.

Kesediaan bank untuk mengganti uang nasabah yang raib patut diapresiasi. Tapi ini tidak cukup. Kejahatan ini harus diusut tuntas: modus operandinya harus diketahui, pelakunya harus ditangkap. Bila pencurian ini dilakukan dari luar negeri dan pelakunya warga negara lain, mintalah bantuan Interpol untuk menangkap mereka. Upaya ini harus ditempuh dengan segala daya agar pencurian serupa di anjungan bank tidak terjadi lagi di masa depan.

Bank juga harus bergegas meningkatkan sistem keamanan transaksi di anjungannya. Dalam soal ini, kita jauh ketinggalan. Di Malaysia, misalnya, setiap kartu kredit dan debit sudah memakai teknologi smart card, yang jauh lebih aman. Di Indonesia, baru kartu kredit yang memakai cip itu, sedangkan kartu debit yang menjadi korban penggangsiran belakangan ini masih memakai teknologi penyimpan magnetik. Padahal, sejak 2009, Bank Indonesia mewajibkan seluruh kartu pembayaran menggunakan cip smart card.

Memang ada kendala untuk menerapkan kewajiban itu. Dari sisi perangkat, konversi kartu magnetik menjadi kartu cip membutuhkan penggantian seluruh perangkat transaksi: dari penggantian kartu, alat pembacanya di mesin ATM, hingga perubahan sistem operasional di bank. Biayanya jelas mahal karena harga satu unit mesin ATM cip saja mencapai US$ 9.00011.000 dan harga satu kartu antara US$ 1 dan US$ 2.
Dua tahun lalu saja, total biaya untuk konversi ini ditaksir mencapai Rp 2 triliun.

Kendala lainnya adalah waktu. Di Malaysia saja, yang infrastruktur teknologinya lebih bagus dan wilayahnya tak seluas Indonesia, konversi itu butuh waktu 4 tahun.

Tapi ini bukan alasan bagi bank untuk tidak mengkonversi kartu debit magnetik ke kartu cip. Soalnya, sudah menjadi kewajiban setiap bank untuk mengamankan uang nasabahnya. Jumlah pemilik kartu debit juga jauh lebih banyak dibanding kartu kredit, dan di masa depan kartu-kartu sejenis ini diperkirakan bakal mengambil alih fungsi uang.

Sembari menunggu konversi ke kartu cip itu selesai, ada beberapa hal yang bisa dilakukan bank demi mengurangi kasus kejahatan ini. Misalnya bank mengkampanyekan cara-cara penggunaan kartu yang benar kepada nasabahnya. Bank juga harus menambah sistem keamanan konvensional di anjungannya, seperti dengan memasang kamera pengintai dan menambah petugas untuk mengawasinya.
sumber : http://editorial.blogdetik.com/teknologi-atm-perbankan-kita-telah-ketinggalan-10-tahun-dari-malaysia/comment-page-1/#comment-11

Postingan populer dari blog ini

57% Use Social Network Sites

The power of online social networking was demonstrated by the tens of thousands who gathered in Shanghai at the weekend to pay their respects to the people who died in last Monday's blaze. The event at Jiaozhou Road was launched on microblogs and information spread rapidly on the Internet , especially on social networking sites such as Kaixin001.com. According to a survey by Shanghai Daily and Touchmedia, of 110,000 people traveling in taxis in Shanghai, Beijing, Guangzhou and Shenzhen , 57 percent of interviewees use social networking sites or microblogs for more than half an hour a day, and 18 percent for more than three hours. Microblogging is the most popular form. Almost 60 percent of the interviewees said they publish information on microblogs, communicating with friends, following celebrities, expressing their opinions, sharing jokes and conducting online marketing, said the survey.

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Upcoming Facebook Redesign Surface