Langsung ke konten utama

Inilah Media Daring Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin

Antara seorang pemimpin dan rakyat pasti membutuhkan sebuah media komunikasi, mungkin dari jaman analog ke digital salah satunya yang paling tenar adalah fasilitas SMS lewat telepon gengam atau gadget.

Kini perkembangan jaman terus berubah dan berlomba, SMS pelan-pelan sudah mulai ditinggalkan, masih lewat perangkat gadget, kehadiran akun daring (online) juga semakin mempermudah komunikasi.

Banda Aceh yang dulu terkenal dengan kampanye digital lewat "Cyber City" kini perlahan-lahan telah bermigrasi menjadi "Smart City".

Smart City yang dipahami disini adalah kota pintar dengan komando langsung dari sang Wali Kotanya, Illiza Sa'aduddin Djamal.
Banda Aceh Go Online 

Mungkin warga Kota Banda Aceh sudah sering mendengar e-Kinerja, nah itu juga salah satu aplikasi yang dikembangkan Pemerintah Kota Banda Aceh dalam memudahkan pengawasan dan memantau kinerja PNS dilingkungan Pemkot.

Sudah bisa dipastikan, ada banyak aplikasi dengan berbasis teknologi informasi yang dikembangkan oleh Pemkot Banda Aceh, namun tidak familiar dan bahkan ada warga kota yang tidak mengetahui keberadaannya. Walaupun baliho besar atau alat peraga sudah dipampang disudut kota.

Baru-baru ini misalnya, Pemkot Banda Aceh merilis perizinan online, untuk memudahkan warga dalam mengurus izin usaha, dan sejenisnya.

Soal bencana, Banda Aceh juga memantapkan diri dengan aplikasi e-Warning System. Sebuah sistem yang mampu mendeteksi gempa, mengeluarkan peringatan tsunami atau tidak serta memberikan jalur evakuasi. 

Proyek yang lainnya yang sedang dikembangkan di Banda Aceh, juga menyangkut pendidikan lewat e-Edukasi dan e-Book, yang nantinya diharapkan dapat membantu ranah pendidikan dengan memasang jaringan internet disetiap sekolah serta mengadakan buku elektronik yang bisa diakses oleh siswa-siswi kota.

Tidak hanya itu, dibidang kesehatan warga kota juga sedang dikembangkan e-Puskesmas yang nantinya memudahkan masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan disetiap puskesmas yang ada di kecamatan, sehingga tidak lagi untuk mengantri dalam memeriksa kesehatan, serta sebagai rekap basisdata untuk menganalisa penyakit yang diderita oleh pasien di kota.

Satu lagi yang mungkin ini terbilang unik, Pemkot Banda Aceh juga tidak melihat sebelah mata keberadaan pohon-pohon di kota. 

Saat ini, Banda Aceh sudah memiliki basisdata jumlah pohon. Intinya, dengan pencatatan ini untuk menghindari adanya penebangan pohon yang ada di kota, sehingga jika terjadi penebangan oleh warga, maka akan dikenakan aturan untuk menggantikan dengan 10 pohon lainnya.

Peran Humas dan Keeksisan Wali Kota

Bicara soal keeksisan, sudah banyak netizen di kota seribu warkofi (warung kopi + wifi) akan tertuju pada Wali Kota-nya lewat media sosial Instagram (illiza_saaduddin).

Soal siapa dibelakang akun IG ini, banyak netizen mempertanyakan. Hal-hal kontroversi juga pernah mencuat dari foto-foto yang muncul di IG, jadi bisa dipastikan pengelolaan akun tersebut resmi dari milik personal Wali Kota.
Inilah Akun Media Daring Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin
Lalu apakah Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin mempunyai akun Twitter? Jawabannya tentu ada. Begitu juga dengan situs resmi pribadi serta fans page di Facebook.

Sejumlah akun media daring Wali Kota Banda Aceh yang ada saat ini --selain akun IG-- bisa disebut dikelola oleh Humas Pemkot Banda Aceh.
Inilah Akun Media Daring Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin
Kita tahu, prestasi Humas Kota Banda Aceh tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Tahun 2014 lalu, Humas Kota Banda Aceh berhasil mendapatkan Anugerah Media Humas (AMH) 2014 sebagai media terbaik urutan ketiga.

Sepertinya sudah tidak ada alasan lagi susah untuk berkomunikasi dengan Wali Kota Banda Aceh saat ini, walaupun terbilang tidak bisa instan, setidaknya sejumlah akun media daring bisa diakses lewat mobile atau pun melalui gadget.

Inilah Akun Media Daring Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saaduddin
Hitung-hitung aspirasi warga, paling tidak sudah dibaca oleh staf Humas. Tentu kedepan Humas Pemkot Banda Aceh juga harus pelan-pelan belajar untuk tidak mensinkronkan jejaring Facebook dan situs ke Twitter, setidaknya ini menghilangkan kesan bahwa akun dibuat bukan untuk menjadi robot atau mesin.

Karena apa pun cerita, setiap informasi, laporan, dan keluhan yang masuk dari warga kota kepada pemimpin yang notabene lewat akun media daring dipastikan itu adalah manusia. Jadi, tidak salahnya kesemua itu disaring dan dijawab oleh staf untuk saling menghormati interaksi antar sesama manusia, bukan manusia dan robot.

Sukses dan selamat atas hadirnya media daring Wali Kota Banda Aceh, semoga tercita-citakan Model Kota Madani pada semua lapisan masyarakat.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

57% Use Social Network Sites

The power of online social networking was demonstrated by the tens of thousands who gathered in Shanghai at the weekend to pay their respects to the people who died in last Monday's blaze. The event at Jiaozhou Road was launched on microblogs and information spread rapidly on the Internet , especially on social networking sites such as Kaixin001.com. According to a survey by Shanghai Daily and Touchmedia, of 110,000 people traveling in taxis in Shanghai, Beijing, Guangzhou and Shenzhen , 57 percent of interviewees use social networking sites or microblogs for more than half an hour a day, and 18 percent for more than three hours. Microblogging is the most popular form. Almost 60 percent of the interviewees said they publish information on microblogs, communicating with friends, following celebrities, expressing their opinions, sharing jokes and conducting online marketing, said the survey.

Upcoming Facebook Redesign Surface

Macam-macam Penyakit Dunia yang Dikenal oleh Masyarakat Aceh

Penyakit donya (dunia) dalam pengetahuan orang Melayu seperti di Aceh adalah penyakit yang disebabkan oleh hal-hal supranatural atau adikodrati, atau tersebab manusia yang bersekutu dengan jin, setan, atau makhuk halus yang jahat. Aceh adalah salah satu suku terbesar di Propinsi Aceh. Kebesaran suku Aceh tidak hanya tampak dari kesenian dan kepahlawanan masyarakatnya, tetapi juga pengetahuan mereka terhadap penyakit dan penyembuhannya. Bagi mereka, sakit adalah hal serius yang harus disikapi. Karena itu, mereka mengabadikannya dalam sebuah pengetahuan tentang klasifikasi penyakit dan penyembuhannya (Meuraxa, Dado 1956; Rusdi Sufi dkk, 2006; Rusdi Sufi dkk, 2004).