Langsung ke konten utama

Sejarah: Peran Aceh Masa Pemerintah Darurat Republik Indonesia

Tulisan ini berjudul asli Peran Aceh Masa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Perlu di "Nasionalkan" Kembali!!! yang ditulis oleh T.A. Sakti yang tak lain dan tak bukan adalah salah satu peminat sejarah, dan kini tinggal di Darussalam, Banda Aceh.

Mencermati Dialog sejarah dengan pelaku sejarah A.K. Jakobi dan pembacaan puisi bertema sejarah oleh L.K.Ara di Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya, Unsyiah, Banda Aceh, Kamis siang, 5 Mei 2011 amat menggugah saya sebagai peminat sejarah. Betapa tidak!. Sebab, belum lewat sebulan lalu (12/4) di Kampus Darussalam yang dijuluki "Jantung Hati Rakyat Aceh" ini juga telah berlangsung seminar sejarah dengan tema yang sama, yakni “Peran Aceh dalam Perang Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949).

Dengan narasumber tak tanggung-tanggung pula, yaitu Prof. Dr. Darni M. Daud, MA selaku Rektor Unsyiah dan Dr, Ahmad Farhan Hamid,MS sebagai Pembicara Kunci,yang kini berjabatan Wakil Ketua MPR RI.

Sebagai peminat sejarah, saya bersyukur sekaligus terharu; karena masih ada elit-elit kita yang mencintai sejarah nasional bangsa Indonesia yang perkasa itu. Memang sekarang, kita tak dapat lagi ‘menikmati’ cerita-cerita kegagahan rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan RI, yang dimuat dalam koran-majalah sehari-hari. Namun dengan adanya seminar atau dialog sejarah itu, berarti ‘ketandusan kisah sejarah’ bagi masyarakat kita agak terobati juga. Dulu, ketika Prof.A. Hasjmy, T.A. Talsya, Tuwanku Abdul Jalil, Tgk. Hasballah Aneuk Galong,BA masih sehat walafiat, masyarakat Aceh tak pernah sepi dilingkari artikel-artikel sejarah Aceh yang dimuat dalam suratkabar Harian WASPADA-Medan, bulletin,dan majalah. Kini, ‘sungai sejarah Aceh’ itu tak mengalir lagi, setelah semua ‘sejarawan’ tersebut di atas berpulang ke rahmatullah. Kapankah lahir pengganti mereka?.

Kosongnya penulis sejarah dalam media-massa itu, memang telah membawa dampak pada pemahaman sejarah bagi generasi muda Aceh sekarang. Hal ini terlihat pada dialog sejarah dengan pelaku sejarah A.K.Jakobi tersebut di atas,ketika seorang mahasiswa memberi komentarnya, bahwa ia nyaris tak mengetahui sejarah Aceh karena tak diajarkan ‘secara khusus’ di sekolah-sekolah.

Problema lain yang menjerat sejarah Aceh kontemporer – khusus peran Aceh dalam perang kemerdekaan RI – adalah gaungnya hanya sebatas wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Sampai ke batas Aceh- Sumatera Utara (Sumut), maka berhentilah kisah heroik rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan RI 1945-1949. Orang di seberang Aceh, nyaris tak tahu samasekali perihal itu.

Buktinya,sewaktu saya masih mahasiswa di jurusan Sejarah Fakultas Sastra UGM dulu, ternyata nyaris tak ada pemahaman sejarah kontemporer Aceh di kalangan teman-teman saya di sana. Tentang perang kemerdekaan RI, mereka hanya tahu peran arek-arek Surabaya,kisah lautan api di Bandung, “sepasang mata bola” di Yogyakarta serta Bung Tomo dan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Perang RI masa itu. Perihal keberhasilan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menyebabkan kemerdekaan Indonesia diakui Belanda; para sahabat saya itu, hanya tahu kesemua itu berkat kepiawaian para diplomat Indonesia.

Padahal fakta sejarahnya tidaklah demikian. Dalam hal suksesnya KMB itu, peran Aceh amat menentukan

Perihal ini terangkum dalam makalah Dr.Ahmad Farhan Hamid,MS, Prof.Dr. Darni M.Daud,MA dan A.K.Jakobi tersebut di atas. Namun sayang, mereka yang di luar Aceh tak “mengakui”/ belum mengetahuinya

Walaupun ditulis singkat, sebenarnya pengakuan terhadap peran Aceh itu masih dapat ditelusuri. Dalam buku “Peran TNI AU dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)” terbitan 2001 dijelaskan begini:

“Belanda menangkap para pejabat tinggi RI, termasuk KSAU Komodor Suryadarma, kemudian mengasingkannya ke Pulau Bangka. Dengan tidak adanya pimpinan AURI, PDRI mengangkat Opsir Udara I Hubertus Suyono menjadi KSAU PDRI. Diangkat pula Opsir Udara I Soejoso Karsono, yang berkedudukan di Kutaraja, Aceh, sebagai KSAU cadangan I dan Opsir Udara II Wiweko Supono di Rangoon, Burma, sebagai KSAU cadangan II.

Digambarkan dengan jelas, betapa banyak stasiun radio yang dimiliki TNI AU masa itu, untuk mendukung komunikasi perhubungan PDRI. Yaitu: stasiun radio “ZZ” di Kototinggi untuk melayani daerah Sumatera bagian tengah; stasiun radio pemancar “UDO” yang mengikuti gerakan gerilya PDRI; stasiun radio “PD-2″ di Kutaraja dan “NBM” di Tangse, Aceh; pemancar radio “SMN” di pesawat Dakota Indonesian Airways, yang beroperasi di Rangoon, Burma; serta stasiun radio “PC-2″ yang digunakan Kolonel TB Simatupang di Playen, Wonosari. Melalui stasiun-stasiun radio AURI, semua berita perjuangan diketahui negara-negara lain”. Jadi, waktu itu peran Aceh masa PDRI bukan hanya diketahui selingkup nasional, melainkan sampai ke tingkat internasional.

Belasan tahun yang lalu pernah pula saya simak suatu dialog sejarah pada TVRI-Pusat Jakarta. Acara “Forum Dialog” itu berlangsung hari Jum’at tanggal 25 Desember 1998 pukul 21.30 Wib. Pokok pembahasan termasuk topik langka, yaitu sejarah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) sejak 22 Desember 1948 s/d 13 Juli 1949).

Peserta dialog malam itu adalah para pelaku sejarah yang terlibat langsung dengan peristiwa sejarah itu. Yaitu Umar Said Noor mantan Wakil Kepala Stasiun Radio AURI Bukittinggi, Aboebakar Loebis mantan Diplomat RI, Bapak Halim mantan Wakil Gubernur Militer Sumatera Barat, dan didampingi oleh seorang sejarawan terkemuka Prof. Dr. Taufik Abdullah serta dengan moderator TVRI Bapak Purnama.

Lewat penuturan langsung dari para pelaku sejarah PDRI dari Sumatera Barat, barulah saya yakin bahwa peran Aceh semasa Perang Kemerdekaan RI memang cukup penting.

Beberapa fakta sejarah yang khusus menyangkut “Peran Aceh” yang terungkap pada dialog PDRI di TVRI adalah tentang peran beberapa pemancar radio di Aceh yang telah memperlancar tugas-tugas dari pemerintahan PDRI. Nama-nama pemancar radio itu ialah Radio Tangse, Radio Kutaraja dan Radio Rimba Raya. Disamping itu, juga disinggung tentang kedatangan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Aceh untuk menjumpai Mr. Sjafruddin Prawiranegara selaku Ketua PDRI yang merangkap Menteri Pertahanan/Menteri Penerangan dan Menteri Luar Negeri ad Interim (Kemudian dijabat oleh A.A. Maramis).

Dalam kedua sumber yang bukan berasal dari pelaku/penulis sejarah asal Aceh itu barulah terungkap, bahwa alat propaganda pihak kita bukan hanya radio Kutaraja dan Radio Rimba Raya, tetapi ada sebuah pemancar lagi, yaitu Radio Tangse. Lantas hati kita berdesah, masih adakah “situs sejarah Radio Tangse” setelah wilayah Tangse terkena musibah banjir bandang baru-baru ini?.

Sekarang, tergantung kesediaan Pemda Aceh dan Rektor Unsyiah untuk mengangkat sejarah Peran Aceh dalam Perang Kemerdekaan RI ke tingkat nasional. Jangan sampai nanti generasi muda Aceh akan bergumam: ”Itu ‘kan celoteh pelaku sejarah asal Aceh saja!. Kalau memang fakta sejarah, tentu disebut pula dalam buku sejarah nasional Indonesia!”. Bagaimana cara mengangkat Sejarah Aceh ke tingkat nasional?. Tentu saya tak perlu mengajari air mengalir!!!.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upcoming Facebook Redesign Surface

Macam-macam Penyakit Dunia yang Dikenal oleh Masyarakat Aceh

Penyakit donya (dunia) dalam pengetahuan orang Melayu seperti di Aceh adalah penyakit yang disebabkan oleh hal-hal supranatural atau adikodrati, atau tersebab manusia yang bersekutu dengan jin, setan, atau makhuk halus yang jahat. Aceh adalah salah satu suku terbesar di Propinsi Aceh. Kebesaran suku Aceh tidak hanya tampak dari kesenian dan kepahlawanan masyarakatnya, tetapi juga pengetahuan mereka terhadap penyakit dan penyembuhannya. Bagi mereka, sakit adalah hal serius yang harus disikapi. Karena itu, mereka mengabadikannya dalam sebuah pengetahuan tentang klasifikasi penyakit dan penyembuhannya (Meuraxa, Dado 1956; Rusdi Sufi dkk, 2006; Rusdi Sufi dkk, 2004).

10 Alasan Akun Facebook di Blokir

Ada 10 alasan yang mendasar kenapa akun facebook dapat diblokir, yaitu : 1. Tidak menggunakan nama asli. Jangan pernah menggunakan nama julukan karena Facebook bisa mengetahuinya. 2. Bergabung dengan Group terlalu banyak. Facebook hanya membatasi setiap user bergabung dengan 200 group saja. 3. Terlalu banyak mengirim pesan atau Wall di sebuah Group. Buat pengalaman aja aku pernah diblokir Facebook 3 kali karena sering melakukan ini.hehe.