Langsung ke konten utama

Kominfo Tertibkan Pengguna Frekuensi WiMax

Mempersingkat waktu untuk implementasi WiMax di Tanah Air, Kementerian Kominfo kini tengah menertibkan pemakaian pita frekuensi radio 2,3 GHz untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless broadband).

Pada 23 Maret 2010, Kemenkominfo melalui Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Tulus Rahardjo telah mengirimkan surat No 539/T/DJT.4/KOMINFO/3/2010 kepada seluruh Kepala Balai Monitoring dan juga Kepala Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel yang tersebar di seluruh Indonesia, yang isinya berupa suatu perintah bagi mereka untuk melakukan observasi dan monitoring terhadap penggunaan frekuensi radio pada pita frekuensi radio 2360 – 2390 MHz di wilayah kewenangannya masing-masing.

"Jika ditemukan pelanggaran-pelanggaran, kepada para Kepala Balai Monitoring dan juga Kepala Loka Monitoring Frekuensi Radio, diberi kewenangan untuk langsung melakukan penertiban dalam rangka penegakan hukum," papar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto, yang dikutip VIVAnews melalui keterangan resminya.



Gatot menjelaskan, perintah penertiban ini memang dilakukan untuk merespon keluhan sejumlah pihak yang muncul di beberapa media massa, khususnya beberapa pemenang tender. First Media adalah salah satunya.

"Para pemenang tender BWA sudah mengetahui adanya persoalan belum sepenuhnya bersih penggunaan frekuensi radio pada pita 2360 – 2390 MHz, karena data tersebut tertulis pada dokumen seleksi," ucap Gatot.

"Melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 7/PER/M.KOMINFO/1/2009 disebutkan, bahwa jangka waktu pengguna eksisting microwave link telah habis pada 19 Januari 2009. Namun, beberapa instansi pemerintah ada yang menggunakan microwave link eksisting 2.3 GHz di beberapa frekuensi tertentu di Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Balikpapan," paparnya.

Demikian pula, dia melanjutkan, beberapa perusahaan ada yang menempati microwave link eksisting 2.3 GHz di beberapa frekuensi tertentu, termasuk di Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Timur.

Seperti disiarkan sebelumnya, PT First Media Tbk (First Media) sebagai salah satu pemenang lelang BWA (broadband wireless access) telah mengeluh karena implementasi teknologi WiMax terbentur persoalan teknis.

"Di frekuensi 2,3 MHz, dari slot 2360 sampai 2375 yang ditanggungjawabkan pada kami, saat ini digunakan secara ilegal oleh instansi lain, penuh dengan intervensi. Kami sendiri kebingungan," kata Dicky Moechtar, Corporate Sales Director First Media, ketika itu.

sumber : http://teknologi.vivanews.com/news/read/140026-kominfo_tertibkan_pengguna_frekuensi_wimax

Postingan populer dari blog ini

57% Use Social Network Sites

The power of online social networking was demonstrated by the tens of thousands who gathered in Shanghai at the weekend to pay their respects to the people who died in last Monday's blaze. The event at Jiaozhou Road was launched on microblogs and information spread rapidly on the Internet , especially on social networking sites such as Kaixin001.com. According to a survey by Shanghai Daily and Touchmedia, of 110,000 people traveling in taxis in Shanghai, Beijing, Guangzhou and Shenzhen , 57 percent of interviewees use social networking sites or microblogs for more than half an hour a day, and 18 percent for more than three hours. Microblogging is the most popular form. Almost 60 percent of the interviewees said they publish information on microblogs, communicating with friends, following celebrities, expressing their opinions, sharing jokes and conducting online marketing, said the survey.

Upcoming Facebook Redesign Surface

Macam-macam Penyakit Dunia yang Dikenal oleh Masyarakat Aceh

Penyakit donya (dunia) dalam pengetahuan orang Melayu seperti di Aceh adalah penyakit yang disebabkan oleh hal-hal supranatural atau adikodrati, atau tersebab manusia yang bersekutu dengan jin, setan, atau makhuk halus yang jahat. Aceh adalah salah satu suku terbesar di Propinsi Aceh. Kebesaran suku Aceh tidak hanya tampak dari kesenian dan kepahlawanan masyarakatnya, tetapi juga pengetahuan mereka terhadap penyakit dan penyembuhannya. Bagi mereka, sakit adalah hal serius yang harus disikapi. Karena itu, mereka mengabadikannya dalam sebuah pengetahuan tentang klasifikasi penyakit dan penyembuhannya (Meuraxa, Dado 1956; Rusdi Sufi dkk, 2006; Rusdi Sufi dkk, 2004).