Kasus penyadapan memang sedang menarik saat ini, tidak saja antara Indonesia dan Australia, melainkan juga menghinggapi berbagai belahan dunia. Jauh, sebelum mengenai aksi penyadapan orang-orang nomor satu dan penting di Indonesia, salah satu sumber penyedia dan analisis dari Kasperky telah melansir sebuah infografik yang memuat sejumlah negara menjadi incaran mata-mata (cyber espionage).
Namun sebelum jauh ke infografik, memang langkah tegas pemerintah Indonesia untuk menarik duta besarnya, Nadjib Riphat Kesoema dari Canberra Australia patut diapresiasi seperti yang diungkapkan oleh Anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Intelijen, dan Luar Negeri) DPR, Tjahjo Kumolo dalam tulisannya "Pulangkan Dubes Australia" (Suara Merdeka, 20 November 2013).
Selain itu pula, menurut Tjahjo, pemerintahan Presiden SBY yang berprinsip thousand friends zero enemy (seribu kawan tanpa lawan) sunggauh naif dan utopis. Seharusnya, pemerintahan Presiden SBY menyadari bahwa karakter hubungan internasional secara universal memang lebih realistis ketimbang idealis-utopis.
"Belajar dari kasus penyadapan oleh Australia ini, dan mungkin juga oleh Amerika Serikat, sekaligus untuk merespons dinamika skandal global penyadapan dan spionase, serta demi mengantisipasi terulangnya penyadapan, secara yuridis diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyadapan," sebut Tjahjo.
Lebih lanjut anggota DPR ini juga menyinggung tentang aturan hukum di Indonesia, seperti yang disebutnya sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan Nomor 5/PUU-VIII/2010 yang menyatakan Pasal 31 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, telah terjadi kekosongan hukum yang khusus mengatur tentang penyadapan. Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa perlu dibuat undang-undang khusus, yang mengatur hukum tentang penyadapan, yang dilakukan oleh lembaga yang diberi wewenang.
Kekosongan hukum ini, sebelum dibuat undang-undang khusus yang mengatur tentang penyadapan, dapat dipergunakan sebagai hal ihwal kegentingan yang memaksa bagi Presiden SBY untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyadapan. Kebijakan itu sesuai dengan amanat Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945, dan Pasal 1 Butir 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Kembali ke infografik yang dirilis Kasperky yang disebut dengan operasi 'Red October' memang tidak menyinggung secara keseluruhan dalam hal penyadapan gadget atau pun mobile phone, tapi dari penjelasan dan informasi yang mereka kemukakan untuk negara Indonesia sendiri mendapat simbol yang berhubungan dengan 'diplomatic'. Kita tidak bisa menjamin bahwa penyadapan hanya berhubungan dengan dunia cyber, semisal perangkat komputer, jaringan, dalam arti luas penggunaan seluler oleh orang-orang terkemukan pun termasuk dalam dunia cyber.
Inilah infografik yang ditampilkan tersebut (klik untuk memperbesar).
Dalam infografik tersebut, Kaspersky juga menyebutkan tujuan utama dari sejumlah serangan siber (diam-diam) adalah untuk mengumpulkan dokumen-dokumen sensitif dari sejumlah organisasi, termasuk intelijen geopolitik, mandat untuk mengakses sistem komputer rahasia dan data dari perangkat mobile pribadi dan jaringan.
Kasus ini pun diidentifikasi sudah dilancarkan sejak Oktober 2012, maka tidak heran kehebohan pun baru terasa sekarang, khususnya di Indonesia, wajar saja menjelang akhir tahun ini Indonesia masuk dalam kategori --mungkin-- "Year of the Spy". Mari lebih melek teknologi, bukan saja melek teknologi penyadapan.[]
Namun sebelum jauh ke infografik, memang langkah tegas pemerintah Indonesia untuk menarik duta besarnya, Nadjib Riphat Kesoema dari Canberra Australia patut diapresiasi seperti yang diungkapkan oleh Anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Intelijen, dan Luar Negeri) DPR, Tjahjo Kumolo dalam tulisannya "Pulangkan Dubes Australia" (Suara Merdeka, 20 November 2013).
Selain itu pula, menurut Tjahjo, pemerintahan Presiden SBY yang berprinsip thousand friends zero enemy (seribu kawan tanpa lawan) sunggauh naif dan utopis. Seharusnya, pemerintahan Presiden SBY menyadari bahwa karakter hubungan internasional secara universal memang lebih realistis ketimbang idealis-utopis.
"Belajar dari kasus penyadapan oleh Australia ini, dan mungkin juga oleh Amerika Serikat, sekaligus untuk merespons dinamika skandal global penyadapan dan spionase, serta demi mengantisipasi terulangnya penyadapan, secara yuridis diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyadapan," sebut Tjahjo.
Lebih lanjut anggota DPR ini juga menyinggung tentang aturan hukum di Indonesia, seperti yang disebutnya sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan Nomor 5/PUU-VIII/2010 yang menyatakan Pasal 31 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, telah terjadi kekosongan hukum yang khusus mengatur tentang penyadapan. Mahkamah Konstitusi juga berpendapat bahwa perlu dibuat undang-undang khusus, yang mengatur hukum tentang penyadapan, yang dilakukan oleh lembaga yang diberi wewenang.
Kekosongan hukum ini, sebelum dibuat undang-undang khusus yang mengatur tentang penyadapan, dapat dipergunakan sebagai hal ihwal kegentingan yang memaksa bagi Presiden SBY untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyadapan. Kebijakan itu sesuai dengan amanat Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945, dan Pasal 1 Butir 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Kembali ke infografik yang dirilis Kasperky yang disebut dengan operasi 'Red October' memang tidak menyinggung secara keseluruhan dalam hal penyadapan gadget atau pun mobile phone, tapi dari penjelasan dan informasi yang mereka kemukakan untuk negara Indonesia sendiri mendapat simbol yang berhubungan dengan 'diplomatic'. Kita tidak bisa menjamin bahwa penyadapan hanya berhubungan dengan dunia cyber, semisal perangkat komputer, jaringan, dalam arti luas penggunaan seluler oleh orang-orang terkemukan pun termasuk dalam dunia cyber.
Inilah infografik yang ditampilkan tersebut (klik untuk memperbesar).
Dalam infografik tersebut, Kaspersky juga menyebutkan tujuan utama dari sejumlah serangan siber (diam-diam) adalah untuk mengumpulkan dokumen-dokumen sensitif dari sejumlah organisasi, termasuk intelijen geopolitik, mandat untuk mengakses sistem komputer rahasia dan data dari perangkat mobile pribadi dan jaringan.
Kasus ini pun diidentifikasi sudah dilancarkan sejak Oktober 2012, maka tidak heran kehebohan pun baru terasa sekarang, khususnya di Indonesia, wajar saja menjelang akhir tahun ini Indonesia masuk dalam kategori --mungkin-- "Year of the Spy". Mari lebih melek teknologi, bukan saja melek teknologi penyadapan.[]
Komentar