Beberapa media baik lokal hingga nasional, tepatnya di Selasa (25/6/2013) lalu menurunkan tentang laporan kinerja dan capaian Pemerintahan Aceh dibawah Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Sejumlah capaian pun bisa terlihat selama setahun duo partai merah ini yang telah dilakukan.
"Ada banyak terobosan dan kebijakan penting yang diambil untuk Aceh. Di Bidang Infrastruktur, contohnya Pemerintah Aceh memasukkan poin perbaikan jalan di wilayah Tengah dan Barat Selatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2012-2017. Pemerintah Aceh juga berhasil menghasilkan beberapa terobosan di bidang Pendidikan, kesehatan dan ekonomi," tulis salah satu media.
Namun, disisi lain sejumlah masyarakat dan LSM yang membuat review juga menemukan sejumlah kelalaian dari Pemerintah Aceh sekarang yang telah membuang banyak energi demi secerca simbol --termasuk Wali Nanggroe-- yang 2 bulan belakangan ini sibuk pulang pergi Jakarta, Batam, Aceh, dan entah kemana-mana.
Di media lainnya menyebutkan, lembaga sipil di Aceh juga menilai, selama setahun memimpin Aceh, Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf terlalu fokus dengan mengurus Qanun Bendera dan Lambang Aceh, sehingga program yang lain tidak terurus dengan baik.
Tidak ketinggalan pula melorotnya pengesahan APBA, penggunaan dana otonomi yang belum jelas sasaran, perubahan birokrasi yang telah berkali-kali banyak hingga aksi-aksi 'janji' yang seharusnya pelan-pelan harus ditepati juga banyak menuai kritik dan masukan. Yap, secara masyarakat tentu akan menilai itu lebih jauh dan pasti membantu pemangku jabatan ini agar bisa menunaikan itu semua untuk berjalan lancar.
Ujung-ujung yang menjadi bahan inti adalah Sumber Daya Manusia (SDM), ternyata distorsi alias penyimpangan pun mencuat. Hal ini pun diperjelas oleh banyaknya pembangungan infrastruktur yang telah meninggalkan peran penting pembangunan mutu.
Tidak perlu banyak berkomentar tentang kelalaian ini, apalagi menelisik lebih lanjut tentang WN yang tak karuan, sampai-sampai harus ada tulisan droe keu droe , bahwa gedung 'kerajaan' WN tidak boleh di kodak oleh warganya sendiri. (pehtem sekali ini)
Padahal jika bicara tentang SDM, tentu sangat luas cakupannya. Mulai dari perilaku dan gaya seorang kepemimpinan (leadership), manajemen pengelolaan kompensasi, komunikasi, dan lainnya yang pastinya secara teori harus dimengerti dan dipraktekkan sesuai dengan kebutuhan justru tidak serta merta mencontek gaya-gaya kepemimpinan ala barat.
Kini, mulai dari akademis baik di Aceh dan juga diberbagai perguruan tinggi hampir rata-rata kemampuan mengkritis ilmu-ilmu manajemen dan khusus dibidang perilaku masih 'bermazdhab' ala westernisasi dan akhirnya kultur budaya timur dan terlebih Aceh yang punya sejarah adat budaya tinggi mulai tersisihkan.
Pastinya tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki, jika kita melihat secara teori misalnya saja tentang birokrasi, tidak ada contoh dan prosedur yang susah dari pengertian birokrasi itu. Hampir semua jenis pengertian dan tahapan-tahapan itu baik, mulai dari struktur hirarki, impersonalitas, dan lainnya semua baik. Namun, jika dalam penerapan dan kenyataan berlaku sebaliknya, tentu ini menjadi tanda tanya. Siapa yang memainkan apa atau siapa yang mempermainkan siapa, dan gairah kepercayaan (trust) masyarakat pun akan turun dengan sendirinya.
Itu contoh kecil saja, kini tinggal (kita) lakukan apa yang bisa. Talk less, do more and do it (bukan duit).[]
Komentar