Langsung ke konten utama

“Facebook Killer” Diaspora Finally Launches Alpha Version

Amid some excitement and some skepticism, the so-called “Facebook killer” finally launched its Alpha version earlier this week. The first batch of invitations have been sent. Will you ask for yours?


Although initial backers will be first in line, the guys at Diaspora have promised to quickly start making their way through the mailing list. “By taking these baby steps,” they say, “we’ll be able to quickly identify performance problems and iterate on features as quickly as possible.”


You may or may not have heard about Diaspora by now, so let me give you a brief summary of how it works: Diaspora lets you keep doing whatever it is you like doing online -tweeting, sharing links and photos, posting stuff on Flickr- but your data remains completely under your control. You own your information and you can choose who gets to see what by simply creating “lists” of people; no need for constant changes in your privacy settings. There is no single site for Diaspora, but rather a lot of people running the same software and connecting to form a “network.”

The catch: You would have to host your content on your own server or get one from a hosting site.
The bright side: Diaspora doesn’t get to own or use your personal data to sell it to websites you visit, games you play, or to advertisers.

Did you check out already? Yeah, that’s the problem.
As AllFacebook’s editor Nick O’Neill already explained, there are several potential problems facing Diaspora. Its success relies on two assumptions: 1- The average Facebook user gives a darn about their privacy 2- The average Facebook user will care enough about #1 that she will take the time to learn how to set up a server and do whatever they’ll need to do in order to manage and push their stuff to friends. And also, Nick believes Facebook is too big for Diaspora to succeed.

Diaspora’s model might prove too complex to ever gain critical mass, true. But by rolling the project out slowly, Diaspora increases their chances to get valuable feedback in order to keep simplifying the project; better said, they stand a better chance at making the software easy enough to use so that by the time it finally reaches the casual user, it might be as simple as setting up a blog. But will it have to be even simpler than that? We’re about to find out.

I, for one, asked for an invite today. I want to try it out, at least. What do you guys think?

source : http://www.allfacebook.com/facebook-killer-diaspora-finally-launches-alpha-version-2010-11
Enhanced by Zemanta

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...