Langsung ke konten utama

'Eumpang Breuh' Adak Meugampong, Lagot Cit!

Foto Budi Fatri/Serambi Indonesia
Judul diatas itu mungkin agak sulit dipahami jika Anda tidak mengerti bahasa Aceh, tapi jika diartikan dalam konteks bahasa ibu pertiwi lebih kurangnya film 'Eumpang Breuh' biar kampungan, laku juga! Kenapa kampungan? Dan kenapa bisa laku?

Berikut pembahasannya, eumpang berarti karung dan breuh berarti beras dan diterjemahkan secara bebas menjadi karung beras. Pengilhaman karung beras ini memang tidak begitu sinkron dengan istilah atau tajuk preman gampong seperti yang dimaknai secara harfiah kehadiran film komedi yang kini sudah hadir sebanyak 12 seri.

Sebut saja namanya Ayah Do, sosok dibalik layar film EB disebut-sebut sebagai orang yang berhasil mengangkat kembali film di Aceh, berlatarkan belakang pemandangan gampong-gampong dalam setiap scene film ini ternyata telah mampu menarik minat penonton sedia, baik di Aceh, nasional hingga luar negeri. Percaya atau tidak? Silahkan Anda cara sendiri.

"Jika ada yang bilang film komedi Aceh tidak berkualitas, itu terserah mereka, yang penting masyarakat menerimanya dengan baik. Kita berkarya bukan untuk diri kita sendiri, tapi untuk masyarakat. Buat apa karya yang cuma dianggap komunitas bagus, tapi tidak sampai dan tidak diterima masyarakat, secara logika, kalau diterima dengan baik oleh masyarakat berarti karya tersebut bagus,” sebut Ayah Do yang sering merangkap menjadi penulis skenario, surtadara, kameramen, dan bahkan produser.

Ayah Do tidak sendiri, dibalik rumah produksi yang bernama Din Keramik, dia banyak dibantu oleh teman-teman pemain, seperti Abdul Hadi (Joni Kapluk), Sulaiman (Mando Gapi), dan lainnya. Film komedi yang identik dengan bunyi latar Tom and Jerry ini juga sering dikecam alias bahasa halus dikritik, dicemoohkan oleh orang-orang yang sudah menontonnya bahkan bisa disebut film EB ini sering tidak pas antara tema dan skenario, begitulah macam-macam suara penonton, walaupun masih menonton dari seri 1 pertama hingga yang 12.

Sepak terjang film EB yang meugampong terbilang sukses mencuri perhatian warga dunia (maksudnya warga Aceh yang ada disejumlah negara-negara luar negeri), ditengah ekses bioskop yang tidak ada, setidaknya sekeping VCD bisa mengobati rasa haus hiburan warga Aceh yang suka dengan tayangan lawak sekelas film seri komedi EB.

Film Komedi Berseri Paling Laku di Aceh

Kehadiran film EB dari seri 1 hingga dengan 12 akhir-akhir ini memang menawarkan episode yang berbeda, sementara dari sisi videografi bisa disebutkan dalam dua seri terakhir EB telah tampil sedikit menawan.

Kesuksesan pemain dan pelakon dari EB terbilang juga laris manis, sejumlah video-video pesanan dengan diperankan oleh pemain EB juga datang dan mendapatkan kepercayaan dari sejumlah organisasi, lembaga, atau institusi pemerintahan di Aceh. Dan yang paling fenomenal Sudirman (Haji Uma) juga berhasil naik menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Aceh ke Senayan lewat ketenarannya di film tersebut.


Seperti dilansir Serambi Indonesia, Selasa (5/8/2014) menyebutkan penjualan EB 12 mencapai target ditengah pasar yang tidak begitu bergairah. Bermodalkan kepingan VCD, EB 12 telah terjual 60 ribu keping, jika dikali-kali sekeping seharga Rp20.000,0000- sepertinya surplus deh buat Din Keramik alias H Khairuddin selaku produser.

Akhirnya jawaban dari 2 pertanyaan di awal paragraf tulisan ini sudah terjawab. 'Eumpang Breuh' adak meugampong, lagot cit! diyakini bukan film sebatas jadi-jadian, editing, layak, lepaskan. Tapi disini ada semangat yang tersirat bagi sineas-sineas muda di Aceh, jika sekelas Ayah Do bisa mengangkat eksis perfileman Aceh dengan 'ala kadar' kemampuan teknis dan bantuan teknologi, tentu bagi yang lebih dari itu juga mampu di atas Ayah Do dkk untuk bisa berkarya bukan?

Dalam film EB ini kita tidak berbicara soal pemasaran, bagaimana mengaet pasar, dan seberapa besar membuat target penonton, terlepas dari segala kekurangan, sinematografi, efek, mixer, dan lainnya. Namun, satu hal bahwa EB yang kampungan ala Aceh bisa mendunia. Sekian!

Eumpang Breuh 12

Komentar

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...