Ada yang menarik dari karikatur karya Benny & Mice di harian Kompas, Minggu, 8 Desember 2013. Kartun yang diberikan judul "Matikan TV Mu" ini beredar luas juga di sejumlah jejaring sosial seperti Twitter yang langsung di mention ke beberapa pemilik --penguasa-- TV swasta di Indonesia.
Melihat gambar atau pun karikatur di atas memang kita di bawa melihat 'moral' Indonesia lewat visual, lagi-lagi disini adalah manipulasi dari program TV swasta yang ada di Indonesia. Tahun 2002 dulu, Sunardian Wirodono pernah menerbitkan sebuah bukul dengan Matikan TV-Mu!, buku karya penulis yang pernah bekerja di televisi dan rumah produksi (1994-2008) di Jakarta mengungkapkan seputar teror media, mulai dari rendahnya kontrol dan pengawasan sampai pada pengaruh sikap dan mental bangsa.
Beberapa fakta dalam buku tersebut diungkapkan bahwa, (ingat buku itu terbit 2002 ya) mengenai keberadaan televisi di Indonesia sebagai media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh data dari pendidikan jurnalisme TV, Universitas Indonesia tahun 2004 yang menyebutkan jumlah televisi yang beredar di Indonesia saat itu mencapai angka 30 juta.
Jumlah tersebut diperkirakan terus mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Bukti itu kemudian diperkuat oleh data Nielsen Media Research, yang pada tahun 2004 menyebutkan; penetrasi media televisi di Indonesia mencapai 90,7%, sedangkan radio 39%, suratkabar 29,8%, majalah 22,4%, internet 8,8%, dan orang menonton bioskop sebesar 15%. Singkatnya, televisi sudah menjadi bagian dari sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan keberadaannya telah jauh melampaui media lain.
Kini saluran televisi berbayar pun mulai banyak menyusup ke Indonesia, saya pun sedikit banyak mendengar komentar dari sejumlah akademisi yang menilai tentang program TV di negeri ini. "Sudah empat (atau enam tahun, lupa ingat saya) tahun saya tidak mengikuti program atau channel TV di Indonesia karena tidak cocok lagi diserap oleh kepala kita yang selalu kerap menunjukkan hal yang tidak 'enak' untuk otak, hanya program-program luar yang saya langganan untuk mengetahui informasi berita dan dunia," sebut salah satu dosen di Semarang.
Tidak kepalang, di Indonesia pun ada KPI yang setiap saat kita bisa melapor program televisi yang tidak sehat seperti yang dilakukan oleh Fahira Idris lewat akun sosialnya Masyarakat TV Sehat (@TVSehat).
Memang seperti kesimpulan yang disampaikan dalam karikatur tersebut, kita punya kuasa penuh untuk semua itu. Kita adalah orang tua, kita adalah masyarakat, atau kita diri sendiri. Menurut saya disini adalah kita selalu penikmat yang peduli dengan program TV, khusus bagi mereka yang perlu bimbingan (anak-anak dan generasi penerus) tentu adalah peran orang tua dan masyarakat menjadi pelengkap utama dalam mengawasi secara keseluruhan.
Bagaimana menurut kesimpulan Anda, khusus bagi yang pernah dan melihat program TV?
Melihat gambar atau pun karikatur di atas memang kita di bawa melihat 'moral' Indonesia lewat visual, lagi-lagi disini adalah manipulasi dari program TV swasta yang ada di Indonesia. Tahun 2002 dulu, Sunardian Wirodono pernah menerbitkan sebuah bukul dengan Matikan TV-Mu!, buku karya penulis yang pernah bekerja di televisi dan rumah produksi (1994-2008) di Jakarta mengungkapkan seputar teror media, mulai dari rendahnya kontrol dan pengawasan sampai pada pengaruh sikap dan mental bangsa.
Beberapa fakta dalam buku tersebut diungkapkan bahwa, (ingat buku itu terbit 2002 ya) mengenai keberadaan televisi di Indonesia sebagai media yang paling luas dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh data dari pendidikan jurnalisme TV, Universitas Indonesia tahun 2004 yang menyebutkan jumlah televisi yang beredar di Indonesia saat itu mencapai angka 30 juta.
Jumlah tersebut diperkirakan terus mengalami peningkatan signifikan dari tahun ke tahun. Bukti itu kemudian diperkuat oleh data Nielsen Media Research, yang pada tahun 2004 menyebutkan; penetrasi media televisi di Indonesia mencapai 90,7%, sedangkan radio 39%, suratkabar 29,8%, majalah 22,4%, internet 8,8%, dan orang menonton bioskop sebesar 15%. Singkatnya, televisi sudah menjadi bagian dari sebagian besar kehidupan masyarakat Indonesia. Perkembangan keberadaannya telah jauh melampaui media lain.
Kini saluran televisi berbayar pun mulai banyak menyusup ke Indonesia, saya pun sedikit banyak mendengar komentar dari sejumlah akademisi yang menilai tentang program TV di negeri ini. "Sudah empat (atau enam tahun, lupa ingat saya) tahun saya tidak mengikuti program atau channel TV di Indonesia karena tidak cocok lagi diserap oleh kepala kita yang selalu kerap menunjukkan hal yang tidak 'enak' untuk otak, hanya program-program luar yang saya langganan untuk mengetahui informasi berita dan dunia," sebut salah satu dosen di Semarang.
Tidak kepalang, di Indonesia pun ada KPI yang setiap saat kita bisa melapor program televisi yang tidak sehat seperti yang dilakukan oleh Fahira Idris lewat akun sosialnya Masyarakat TV Sehat (@TVSehat).
Sebutkan nama PROGRAM TV yg menurut teman2 TIDAK MENDIDIK, sertakan akun STASIUN TV, dan sebutkan ALASANNYA.. #SurveyTVSehat
— Fahira Fahmi Idris (@fahiraidris) 17 Oktober 2013
Tentu aksi sosial ini sangat baik, tapi seiring waktu berjalan semua mulai terarah. Matikan TV kini menjadi sebuah titik balik yang mesti dimatikan atau diganti program TV. Televisi nasional pun menjadi momok, apakah harus dimatikan? tentu tidak. Ada banyak program edukasi disana (TVRI, pen) bisa diserap oleh generasi yang sedang menjalani dunia pendidikan.Memang seperti kesimpulan yang disampaikan dalam karikatur tersebut, kita punya kuasa penuh untuk semua itu. Kita adalah orang tua, kita adalah masyarakat, atau kita diri sendiri. Menurut saya disini adalah kita selalu penikmat yang peduli dengan program TV, khusus bagi mereka yang perlu bimbingan (anak-anak dan generasi penerus) tentu adalah peran orang tua dan masyarakat menjadi pelengkap utama dalam mengawasi secara keseluruhan.
Bagaimana menurut kesimpulan Anda, khusus bagi yang pernah dan melihat program TV?
Komentar