Langsung ke konten utama

Aceh dan Indonesia Merdeka di Bulan Yang Sama

Cuma beda dua hari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Aceh (Merdeka), kalau Indonesia jatuh 17 Agustus, sedangkan bagi Aceh tepat hari ini tanggal 15 Agustus.

Jika tidak percaya sila lihat Wikipedia tertanggal 15 Agustus, tertulis disana 2005 - Konflik GAM-RI berakhir dengan penandatanganan nota kesepahaman di Helsinki, Finlandia.

Ya, itulah waktunya (Merdeka) di Aceh yang bisa diambil kesimpulan selisih dua hari dari merdeka yang sebenarnya NKRI.


Kalau saja hikmah kemerdekaan ini tidak ada aral yang melintang, dengan banyak jiwa-jiwa yang terbang, sudah pasti tam tum pam pum yang sangat mungkin masih tetap dilanjutkan.

17 Agustus dari bocah sampai tua renta tetap memberikan hormat ke sang saka merah putih di tanah lapang, tapi di Aceh 15 Agustus tetap sangak u ateuh juga. Sangak yang berarti menadahkan muka ke atas melihat bendera yang belum kelar-kelar di jahit atau di desain.

Tidak ada seruan atau fatwa naikkan bintang bulan menjelang 15 Agustus, jika pun ada siap-siap masuk koran dan berita media.

Toh hari ini katanya sudah 7 tahun Aceh Damai, siapa yang tidak mau damai. Pastinya damai tanpa bayang-bayang yang menghantui.

Kita bisa ngopi dari pagi sampai ke pagi lagi, kita bisa puasa tanpa harus tiarap di kala sahur, bisa tadarus sampai shubuh hari, kita juga bisa ke sawah, ke glee untuk sekedar melihat dan mengais rezeki dan masih bisa lain-lainnya.

Yang masyarakat awam tahu, bisa ini dan bisa itu sudah aman dan damai. Bukan damai jika masih harus merasakan panasnya aneuk muling di atas punggung, bukan damai jika opor SS1 masih mendekam di wajah dan pipi ini, tapi itu kini sudah damai dan bagi awam sudah merdeka dalam induk berbangsa dan bernegara.

Tapi itu dia merdeka bagi yang awam, tentu tidak sama dengan merdeka di atas orang awam yang berdasi, yang berpulitek lage itek yang berkata sebatas peumameh haba dan masih banyak kusut-kusutan benang yang belum dilepaskan secara menyeluruh, kalau dibilang merdeka ya itu dia merdeka dalam meuc'ut-c'ut beuneung.


Intinya kesana tidak lepas, kesini juga tidak lepas. Sering berada di tengah, kadang tidak enak. Coba bayangkan selalu berjalan di tengah jalan tanpa harus menepi ke samping bukan tidak mungkin orang akan menabrak kita.


Ini hanya tulisan guraan kawan, jangan terlalu serius membaca sampai mengerutkan kening apalagi menampar pipi jika Anda sedang bermimpi. Pergilah ke Aceh, tak lama lagi sudah ada tahun kunjungan Visit Aceh 2013.

Aceh sudah (merdeka) damai, sudah 7 tahun lalu. Seorang anak telah menempuh pendidikan dasar, berarti dia baru mengerti yang dasar-dasar, masih jauh perjalanan kawan, tingkat menengah, atas sampai ke perguruaan tinggi masih harus ditempuh.

Jika tidak dayah-dayah juga akan siap menampung kok, karena yang phon agama keudua donya. "Jak beut bek peunget gob, jak sikula beh dipeunget le gob", begitulah kata Tengku saat menaiki mimbar atau podium dari pelosok desa hingga kota sering berujar begitu.

Aceh Damai, Aceh (Merdeka) Kenapa harus mengeluarkan tanda tanya? bukankah kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan HAM dan peri-Keadilan.

Selamat hari damai, selamat menjemput 17-an di bulan yang penuh dengan keberkahan. Cinta damai untuk seluruh makhluk, rahmatallil'alamin.

Komentar

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...