ABAD XVII, seorang berkebangsaan Belanda membawa kopi arabika ke Batavia, kini Jakarta. Lambat laun, ketika Belanda menguasai Aceh, kopi itu sampai juga ke ujung utara Pulau Sumatra/ dengan jenis yang makin beragam.
Tumbuh dari tanah Nanggroe yang subur, dipadu cuaca yang mendukung, menjadikan tanaman kopi Aceh berkembang menjadi komoditas yang bermutu dan tentu menguntungkan. Apalagi kemudian, prosesnya sejak penggilingan hingga disaring menjadi secangkir minuman dengan cara yang khas, kopi Aceh menjelma sebagai ikon.
Aroma kopi Aceh sudah sejak lama terkenal di Indonesia, mungkin pula di dunia. Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesar di negeri kepulauan ini. Tanah Aceh menghasilkan sekitar 40 % biji kopi jenis Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Dan Indonesia merupakan pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia. Memang kedahsyatan kopi Aceh ini sudah melegenda bahkan pasca tsunami, kopi Aceh semakin mendunia berkat banyaknya penikmat kopi dari para pekerja internasional yang datang untuk merekonstruksi Aceh.
Biji kopi terbaik di Aceh umumnya berasal dari Lamno. Biji kopi Aceh biasanya di-oven selama 4 jam untuk menghasilkan mutu terbaik. Setelah mencapai kematangan 80 % barulah dimasukkan gula dan mentega. Kemudian biji kopi yang telah masak digiling sampai halus. Yang khas dari Kopi Aceh adalah aromanya yang kuat, cita rasanya yang bersih dan tidak asam, serta efeknya yang mantap!
Yang membuat kopi Aceh lebih menarik adalah cara penyajiannya yang khas, dan sedikit berbeda dengan cara penyajian di warung-warung kopi di wilayah lain di Indonesia. Kopi diseduh, dan seduhan kopi disaring berulang kali dengan saringan dari kain yang bentuknya mirip kaus kaki, lalu menuangkan kopi itu berpindah-pindah dari satu ceret ke ceret yang lain. Hasilnya adalah kopi yang sangat pekat, harum, tetapi tidak mengandung bubuk kopi karena sudah tersaring di dalam “kaus kaki” tadi. Berbeda dengan kopi hitam di banyak daerah lain yang masih menyisakan ampasnya.
Menikmati kopi Aceh bukan hanya menikmati rasanya, tetapi juga tradisi budaya. Di Aceh, kedai kopi merupakan tempat berkumpul, bertemu dan membicarakan segala topik. Bagi orang Aceh mengunjungi kedai kopi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas sehari-hari. Sambil menikmati kopi, mereka bersosialisasi dan menjalin silaturahmi. ” Semua masalah pasti bisa selesai di warung kopi”, begitu kata orang aceh.
Berdasarkan jenisnya, kopi bisa dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis, kopi Arabica dan Robusta. Berikut perbedaan kopi Arabica dan Robusta:
Tabel perbedaan antara kopi Arabica dan Robusta
ARABICA | ROBUSTA | |
Tahun ditemukan | 1753 | 1895 |
Kromosom (2n) | 44 | 22 |
Waktu dari berbunga sampai berbuah | 9 bulan | 10-11 bulan |
Berbunga | setelah hujan | tidak tetap |
Buah matang | jatuh | di pohon |
Produksi (kg/ha) | 1500-3000 | 2300-4000 |
Akar | dalam | Dangkal |
Temperatur optimal (rata2 /tahun) | 15-24° C | 24-30° C |
Curah hujan optimal | 1500-2000 mm | 2000-3000 mm |
Pertumbuhan maksimum | 1000-2000 m | 0-700 m |
Kandungan kafein | 0,8-1,4% | 1,7-4,0% |
Bentuk biji | datar | Oval |
Karakter rebusan | asam | Pahit |
Saat ini di Aceh terdapat dua jenis kopi yang dibudidayakan adalah kopi Arabica dan kopi Robusta. Dua jenis kopi Aceh yang sangat terkenal yaitu kopi Gayo (Arabica) dan kopi Ulee Kareeng (Robusta). Untuk kopi jenis Arabica umumnya dibudidayakan di wilayah dataran tinggi “Tanah Gayo”, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues, sedangkan di Kabupaten Pidie (terutama wilayah Tangse dan Geumpang) dan Aceh Barat lebih dominan dikembangkan oleh masyarakat disini berupa kopi jenis Robusta. Kopi Arabica agak besar dan berwarna hijau gelap, daunnya berbentuk oval, tinggi pohon mencapai tujuh meter. Namun di perkebunan kopi, tinggi pohon ini dijaga agar berkisar 2-3 meter. Tujuannya agar mudah saat di panen. Pohon Kopi Arabica mulai memproduksi buah pertamanya dalam tiga tahun. Lazimnya dahan tumbuh dari batang dengan panjang sekitar 15 cm. Dedaunan yang diatas lebih muda warnanya karena sinar matahari sedangkan dibawahnya lebih gelap. Tiap batang menampung 10-15 rangkaian bunga kecil yang akan menjadi buah kopi. Dari proses inilah kemudian muncul buah kopi disebut cherry, berbentuk oval, dua buah berdampingan.
Kopi Gayo merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian 1200 m dari permukaan laut tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia yaitu dengan luas sekitar 81.000 ha. Masing-masing 42.000 ha berada di Kabupaten Bener Meriah dan selebihnya 39.000 ha di Kabupaten Aceh Tengah.
Gayo adalah nama suku asli yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat Gayo berprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabica mendominasi jenis kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Produksi Kopi Arabica yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia
Kopi Aceh Gayo merupakan salah satu kopi khas Nusantara asal Aceh yang cukup banyak digemari oleh berbagai kalangan di dunia. Kopi Aceh Gayo memiliki aroma dan rasa yang sangat khas. Kebanyakan kopi yang ada, rasa pahitnya masih tertinggal di lidah kita, namun tidak demikian pada kopi Aceh Gayo. Rasa pahit hampir tidak terasa pada kopi ini. Cita rasa kopi Aceh Gayo yang asli terdapat pada aroma kopi yang harum dan rasa gurih hampir tidak pahit. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa rasa kopi Aceh Gayo melebihi cita rasa kopi Blue Mountain yang berasal dari Jamaika. Kopi Aceh Gayo dihasilkan dari perkebunan rakyat di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. Di daerah tersebut kopi ditanam dengan cara organik tanpa bahan kimia sehingga kopi ini juga dikenal sebagai kopi hijau (ramah lingkungan). Kopi Gayo disebut-sebut sebagai kopi organik terbaik di dunia.
Selain telah memiliki reputasi yang baik, kopi Gayo juga memiliki citarasa yang khas, seperti hasil uji citarasa yang dilakukan oleh Christopher Davidson salah seorang cupper internasional. Christopher mengatakan bahwa kopi Gayo memiliki keunikan tersendiri yang tidak tergantikan oleh jenis-jenis kopi lainnya, keunikan dari kopi Gayo ini dikenal dengan istilah ”heavy body and light acidity” yakni sensasi rasa keras saat kopi diteguk dan aroma yang menggugah semangat.
Ulee Kareeng adalah salah satu kecamatan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh yang terkenal dengan wisata kulinernya, orang sering menyebutnya dengan nama Kopi Aceh Ulee Kareng. Banyak yang mengatakan jika Anda belum mampir dan mencicipi di salah satu kedai kopi di Ulee Kareng maka belum lengkap perjalanan Anda di kota Banda Aceh.
Biji kopi Ulee Kareng berasal dari biji kopi pilihan berkualitas yang berasal dari daerah Lamno (Aceh Jaya). Biji-biji kopi tersebut banyak diproduksi oleh usaha kecil menengah, produksi kopi bubuk yang siap dipasarkan untuk Warung, Rumah, Rakreasi, Hotel maupun Cafe. Hampir setiap hari pagi hingga malam kedai kopi di Ulee Kareng penuh dengan pelanggan yang datang untuk menikmati kopi ini sebagai tempat untuk bertemu teman atau rekanan bisnis ataupun hanya sekedar melepas lelah. Berkilo-kilogram bubuk kopi habis dikonsumsi oleh pelanggan per hari di kedai kopi Aceh di daerah Ulee Kareng.
Tidak hanya orang Aceh saja yang menikmati kopi Aceh ini, namun kopi Aceh Ulee Kareng juga dikenal oleh turis lokal maupun internasional yang berliburan ataupun bekerja di sekitar Banda Aceh. Banyak dari mereka sangat berkesan dengan kenikmatan kopi Ulee Kareng. Salah satu karakteristik lain dari kopi Ulee Kareng adalah warnanya yang sangat pekat.
Kedai kopi yang paling terkenal dan ramai dikunjungi diantaranya kedai kopi Jasa Ayah atau lebih dikenal Solong Ulee Kareeng (yang tetap menjaga keaslian kopinya), dan kedai kopi Chek Yuke (yang memperhatikan selera pengunjung dan harus menggunakan perasaan dalam setiap penyajian kopinya). Kopi aceh juga bisa ditemui di kedai-kedai kopi di seluruh daerah, hanya saja jika minum di daerah asalnya (Aceh) terasa lebih nikmat. Berikut alamat kedai kopi Jasa Ayah dan Chek Yuke:
Kopi Ulee Kareng Jasa Ayah Solong
Jl. T. Iskandar Sp. 7 Ulee Kareng
Kota Banda Aceh
Nanggroe Aceh Darussalam.
Jl. T. Iskandar Sp. 7 Ulee Kareng
Kota Banda Aceh
Nanggroe Aceh Darussalam.
Warung Kopi Chek Yuke
Jl. Diponegoro
di jantung kota Banda Aceh
(kawasan tepi kali dekat Masjid Raya Baiturrahman)
Jl. Diponegoro
di jantung kota Banda Aceh
(kawasan tepi kali dekat Masjid Raya Baiturrahman)
Aroma kopi Aceh akan semakin menjelajah dunia ketika kopi ini telah menjadi salah satu menu dalam kedai kopi internasional, Starbucks Coffee. Seteguk demi seteguk kopi Aceh pun akan sampai ke lidah orang-orang dari mancanegara. Kenikmatan tiada taranya ketika menghirup kopi Aceh pun akan semakin bisa dinikmati warga dunia lainnya. Singkat kata, sekali mencoba kopi Aceh, dijamin pasti jatuh hati. Besok atau lusa nanti mesti kembali untuk merasakan kenikmatan aromanya lagi.
Dirangkum dari berbagai sumber, credit writer by http://www.iftfishing.com