Image via Wikipedia
Komunitas macam apa sebenarnya JIL ini? Mengapa sampai ada kelompok lain yang menyerukan kematiannya? Setarakah "bahaya Islam Liberal" dengan jargon "bahaya narkoba" atau "bahaya laten komunis" yang pelakunya juga kerap diganjar hukuman mati?
GATRA pernah dua kali menggali tuntas komunitas ini: Laporan Khusus Islam "Liberal Hadang Fundamentalisme" (8 Desember 2001) dan Laporan Utama "Fatwa Mati Islam Liberal" (21 Desember 2002). Anggapan dan ancaman terhadap JIL itu agaknya berlebihan.
Kemunculan JIL berawal dari kongko-kongko antara Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam NU), Ahmad Sahal (Jurnal Kalam), dan Goenawan Mohamad (ISAI) di Jalan Utan Kayu 68 H, Jakarta Timur, Februari 2001. Tempat ini kemudian menjadi markas JIL. Para pemikir muda lain, seperti Lutfi Asyyaukani, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib, dan Saiful Mujani, menyusul bergabung. Dalam perkembangannya, Ulil disepakati sebagai koordinator.
Gelora JIL banyak diprakarsai anak muda, usia 20-35-an tahun.
Mereka umumnya para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. "Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik," tulis situs islamlib.com. Lebih jauh tentang gagasan JIL lihat: Manifesto Jaringan Islam Liberal.
JIL mendaftar 28 kontributor domestik dan luar negeri sebagai "juru kampanye" Islam liberal. Mulai Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Jalaluddin Rakhmat, Said Agiel Siradj, Azyumardi Azra, Masdar F. Mas'udi, sampai Komaruddin Hidayat. Di antara kontributor mancanegaranya: Asghar Ali Engineer (India), Abdullahi Ahmed an-Na'im (Sudan), Mohammed Arkoun (Prancis), dan Abdallah Laroui (Maroko).
Jaringan ini menyediakan pentas --berupa koran, radio, buku, booklet, dan website-- bagi kontributor untuk mengungkapkan pandangannya pada publik. Kegiatan pertamanya: diskusi maya (milis). Lalu sejak 25 Juni 2001, JIL mengisi rubrik Kajian Utan Kayu di Jawa Pos Minggu, yang juga dimuat 40-an koran segrup. Isinya artikel dan wawancara seputar perspektif Islam liberal.
Tiap Kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung dan diskusi interaktif dengan para kontributornya, lewat radio 68H dan 15 radio jaringannya. Tema kajiannya berada dalam lingkup agama dan demokrasi. Misalnya jihad, penerapan syariat Islam, tafsir kritis, keadilan gender, jilbab, atau negara sekuler. Perspektif yang disampaikan berujung pada tesis bahwa Islam selaras dengan demokrasi.
Dalam situs islamlib.com dinyatakan, lahirnya JIL sebagai respons atas bangkitnya "ekstremisme" dan "fundamentalisme" agama di Indonesia. Seperti munculnya kelompok militan Islam, perusakan gereja, lahirnya sejumlah media penyuara aspirasi "Islam militan", serta penggunaan istilah "jihad" sebagai dalil kekerasan.
JIL tak hanya terang-terangan menetapkan musuh pemikirannya, juga lugas mengungkapkan ide-ide "gila"-nya. Gaya kampanyenya menggebrak, menyalak-nyalak, dan provokatif. Akumulasi gaya ini memuncak pada artikel kontroversial Ulil di Kompas yang dituding FUUI telah menghina lima pihak sekaligus: Allah, Nabi Muhammad, Islam, ulama, dan umat Islam.
Perhatikan gaya bahasa kesombongannya saat ditanyakan perihal tulisannya tersebut:
"Tulisan saya sengaja provokatif, karena saya berhadapan dengan audiens yang juga provokatif," kata Ulil.
Sumber tulisan asli berjudul "Inilah Jaringan Islam Liberal (JIL), Aliran Sesat Yang Di Gawangi Ulil Abshar Abdalla" http://situslakalaka.blogspot.com/2011/03/inilah-jaringan-islam-liberal-jil.html
Sumber tulisan asli berjudul "Inilah Jaringan Islam Liberal (JIL), Aliran Sesat Yang Di Gawangi Ulil Abshar Abdalla" http://situslakalaka.blogspot.com/2011/03/inilah-jaringan-islam-liberal-jil.html