Komunitas macam apa sebenarnya JIL  ini? Mengapa sampai ada kelompok lain yang menyerukan kematiannya?  Setarakah "bahaya Islam Liberal" dengan jargon "bahaya narkoba" atau  "bahaya laten komunis" yang pelakunya juga kerap diganjar hukuman mati? 
GATRA  pernah dua kali menggali tuntas komunitas ini: Laporan Khusus Islam  "Liberal Hadang Fundamentalisme" (8 Desember 2001) dan Laporan Utama  "Fatwa Mati Islam Liberal" (21 Desember 2002). Anggapan dan ancaman  terhadap JIL itu agaknya berlebihan.
Kemunculan JIL berawal dari  kongko-kongko antara Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam NU), Ahmad Sahal  (Jurnal Kalam), dan Goenawan Mohamad (ISAI) di Jalan Utan Kayu 68 H,  Jakarta Timur, Februari 2001. Tempat ini kemudian menjadi markas JIL.  Para pemikir muda lain, seperti Lutfi Asyyaukani, Ihsan Ali Fauzi, Hamid  Basyaib, dan Saiful Mujani, menyusul bergabung. Dalam perkembangannya,  Ulil disepakati sebagai koordinator. 
Gelora JIL banyak diprakarsai anak muda, usia 20-35-an tahun. 
Mereka  umumnya para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan  utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. "Untuk itu  kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun  partai politik," tulis situs islamlib.com. Lebih jauh tentang gagasan  JIL lihat: Manifesto Jaringan Islam Liberal.
JIL  mendaftar 28 kontributor domestik dan luar negeri sebagai "juru  kampanye" Islam liberal. Mulai Nurcholish Madjid, Djohan Effendi,  Jalaluddin Rakhmat, Said Agiel Siradj, Azyumardi Azra, Masdar F.  Mas'udi, sampai Komaruddin Hidayat. Di antara kontributor  mancanegaranya: Asghar Ali Engineer (India), Abdullahi Ahmed an-Na'im  (Sudan), Mohammed Arkoun (Prancis), dan Abdallah Laroui (Maroko). 
Jaringan  ini menyediakan pentas --berupa koran, radio, buku, booklet, dan  website-- bagi kontributor untuk mengungkapkan pandangannya pada publik.  Kegiatan pertamanya: diskusi maya (milis). Lalu sejak 25 Juni 2001, JIL  mengisi rubrik Kajian Utan Kayu di Jawa Pos Minggu, yang juga dimuat  40-an koran segrup. Isinya artikel dan wawancara seputar perspektif  Islam liberal.
Tiap  Kamis sore, JIL menyiarkan wawancara langsung dan diskusi interaktif  dengan para kontributornya, lewat radio 68H dan 15 radio jaringannya.  Tema kajiannya berada dalam lingkup agama dan demokrasi. Misalnya jihad,  penerapan syariat Islam, tafsir kritis, keadilan gender, jilbab, atau  negara sekuler. Perspektif yang disampaikan berujung pada tesis bahwa  Islam selaras dengan demokrasi. 
Dalam  situs islamlib.com dinyatakan, lahirnya JIL sebagai respons atas  bangkitnya "ekstremisme" dan "fundamentalisme" agama di Indonesia.  Seperti munculnya kelompok militan Islam, perusakan gereja, lahirnya  sejumlah media penyuara aspirasi "Islam militan", serta penggunaan  istilah "jihad" sebagai dalil kekerasan. 
JIL  tak hanya terang-terangan menetapkan musuh pemikirannya, juga lugas  mengungkapkan ide-ide "gila"-nya. Gaya kampanyenya menggebrak,  menyalak-nyalak, dan provokatif. Akumulasi gaya ini memuncak pada artikel kontroversial Ulil di Kompas yang dituding FUUI telah menghina lima pihak sekaligus: Allah, Nabi Muhammad, Islam, ulama, dan umat Islam. 
Perhatikan gaya bahasa kesombongannya saat ditanyakan perihal tulisannya tersebut:
"Tulisan saya sengaja provokatif, karena saya berhadapan dengan audiens yang juga provokatif," kata Ulil.
Sumber tulisan asli berjudul "Inilah Jaringan Islam Liberal (JIL), Aliran Sesat Yang Di Gawangi Ulil Abshar Abdalla" http://situslakalaka.blogspot.com/2011/03/inilah-jaringan-islam-liberal-jil.html
  Sumber tulisan asli berjudul "Inilah Jaringan Islam Liberal (JIL), Aliran Sesat Yang Di Gawangi Ulil Abshar Abdalla" http://situslakalaka.blogspot.com/2011/03/inilah-jaringan-islam-liberal-jil.html