Kehadiran kemudahan berkomunikasi dalam dunia maya mestinya menjadi perhatian kita semua, khususnya guru bahasa dan sastra Indonesia. Apa yang dikuatiri oleh pakar linguistik dari Universitas Kristen Petra Surabaya, Prof. Dr. Esther Kuntjara, adalah adanya gejala sejumlah situs jejaring sosial di dunia maya layaknya facebook, twitter, dan sejenisnya telah merusak bahasa. Menurutnya, dunia maya menggunakan bahasa lisan yang ditulis, bukan bahasa tulis atau bahasa lisan, sehingga bahasa lisan yang ditulis dapat mengacaukan bahasa baku. Hal itu dikatakannya dalam sebuah seminar di kampus setempat, Selasa(8/6) dalam seminar Language in The Online and Offline World (LOOW) yang digagas Jurusan Sastra Inggris UK Petra Surabaya itu, dosen UK Petra Surabaya itu menyatakan bahasa lisan yang ditulis itu dikenal dengan istilah alay.
Dirinya baru mengetahui bahwa istilah bahasa alay itu justru dari penelusuran melalui facebook. Yang jelas, bahasa alay itu mencampur aduk antara tulisan, lisan, dan gambar, sehingga semuanya menjadi kacau balau. Dimana kekacauan bahasa terjadi karena beberapa hal, antara lain peletakan gambar yang seenaknya dan kadang emosi juga diungkapkan secara tidak tepat.
Ia memberi contoh, bila menyatakan tertawa keras ditulis dengan LOL, padahal mungkin saja penulis itu justru sedang marah, bukan tertawa, sehingga semuanya menjadi kacau atau rumit. Lucunya, bahasa yang rusak itu justru dianggap sebagai kreatifitas. Seakan penutur bahasa dalam dunia maya dianggap kreatif, padahal jelas-jelas merusak.
Esther menyayangkan kondisi Indonesia semakin ketinggalan dalam membangun kosakata baru dalam demi memadankan istilah-istilah teknologi informasi yang ada. Jadi, walau sudah ada pengganti bahasa asli seperti komputer, online, download, upload, website, dan sebagainya.Namun, pada kenyataan di lapangan download yang diterjemahkan dengan unduh atau website dengan laman, tapi hal itu kalah cepat, sehingga hal itu tidak laku dan jarang dipakai oleh masyarakat umum. Paling-paling yang dipakai masih berasal dari dua puluhan tahun silam sebelum ada computer secara misal dan belum ada situs jejaring.
Esther mengatakan bahwa dunia maya juga memunculkan sosok yang mudah berubah dalam satu waktu. Lihat saja identitas dalam dunia maya itu mudah diubah-ubah demi mencari manfaat lebih dengan karakter yang berbeda juga bisa. Akibatnya, kerusakan bahasa dan mudahnya perubahan identitas dalam dunia maya itu melahirkan generasi yang berani bersikap dan asosial atau individualis.
Pada akhirnya, kehadiran teknologi informasi yang telah melahirkan Tagged, Twitter, Facebook, Tubely dan lainnya dianggap menjadikan manusia menjadi asosial, karena ayah, ibu, dan anak menjadi saling mengetahui kegiatan masing-masing hanya lewat dunia maya. Contohnya, bila dalam mengoperasikan facebook, si anak bisa mengatakan bahwa dirinya sedang mandi, si ibu bilang kalau dirinya sedang makan, dan sebagainya. Semuanya bisa terjadi karena adanya BB (blackberry), atau Qwerty atau Notebook dan netbook yang ditambah asesoris berupa modem.
sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Gawat%2C+Jejaring+Sosial+Bisa+Menjadikan+Manusia+Asosial+Loh!&dn=20100612002842
Dirinya baru mengetahui bahwa istilah bahasa alay itu justru dari penelusuran melalui facebook. Yang jelas, bahasa alay itu mencampur aduk antara tulisan, lisan, dan gambar, sehingga semuanya menjadi kacau balau. Dimana kekacauan bahasa terjadi karena beberapa hal, antara lain peletakan gambar yang seenaknya dan kadang emosi juga diungkapkan secara tidak tepat.
Ia memberi contoh, bila menyatakan tertawa keras ditulis dengan LOL, padahal mungkin saja penulis itu justru sedang marah, bukan tertawa, sehingga semuanya menjadi kacau atau rumit. Lucunya, bahasa yang rusak itu justru dianggap sebagai kreatifitas. Seakan penutur bahasa dalam dunia maya dianggap kreatif, padahal jelas-jelas merusak.
Esther menyayangkan kondisi Indonesia semakin ketinggalan dalam membangun kosakata baru dalam demi memadankan istilah-istilah teknologi informasi yang ada. Jadi, walau sudah ada pengganti bahasa asli seperti komputer, online, download, upload, website, dan sebagainya.Namun, pada kenyataan di lapangan download yang diterjemahkan dengan unduh atau website dengan laman, tapi hal itu kalah cepat, sehingga hal itu tidak laku dan jarang dipakai oleh masyarakat umum. Paling-paling yang dipakai masih berasal dari dua puluhan tahun silam sebelum ada computer secara misal dan belum ada situs jejaring.
Esther mengatakan bahwa dunia maya juga memunculkan sosok yang mudah berubah dalam satu waktu. Lihat saja identitas dalam dunia maya itu mudah diubah-ubah demi mencari manfaat lebih dengan karakter yang berbeda juga bisa. Akibatnya, kerusakan bahasa dan mudahnya perubahan identitas dalam dunia maya itu melahirkan generasi yang berani bersikap dan asosial atau individualis.
Pada akhirnya, kehadiran teknologi informasi yang telah melahirkan Tagged, Twitter, Facebook, Tubely dan lainnya dianggap menjadikan manusia menjadi asosial, karena ayah, ibu, dan anak menjadi saling mengetahui kegiatan masing-masing hanya lewat dunia maya. Contohnya, bila dalam mengoperasikan facebook, si anak bisa mengatakan bahwa dirinya sedang mandi, si ibu bilang kalau dirinya sedang makan, dan sebagainya. Semuanya bisa terjadi karena adanya BB (blackberry), atau Qwerty atau Notebook dan netbook yang ditambah asesoris berupa modem.
sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Gawat%2C+Jejaring+Sosial+Bisa+Menjadikan+Manusia+Asosial+Loh!&dn=20100612002842