Langsung ke konten utama

Budaya, Seks, dan Zona Mabuk Internet

Video porno mirip selebriti Ariel-Luna ataupun Ariel-CutTari beredar di dunia maya tanpa batas sosial, budaya bahkan usia. Inikah globalisasi media internet yang kebablasan?

Sepekan ini, pemberitaan di tanah air diramaikan oleh beredarnya video porno mirip selebriti Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari. Hanya dalam hitungan hari, video yang menghebohkan ini telah beredar luas ke seluruh pelosok negeri bahkan ke mancanegara. Jaringan internet yang membaik dan terus berkembang, menjadi katalisnya.

Don Tapscott dalam bukunya yang berjudul 'Growing Up Digital: The Rise of The Net Generation' (1998), menganggap kemunculan internet sebagai ruang publik yang menawarkan berkah bagi perwujudan partisipasi semua orang. Internet telah menjadi ruang maya untuk membangun masyarakat yang dianggap demokratis atau sebuah cyberdemocracy.

Ia pun menyoroti kebangkitan sebuah generasi baru yang dikenal sebagai 'the net generation' dengan kebiasaan dan karakter tersendiri. Dijelaskan juga mengenai pengaruh revolusi jaringan internet dengan budaya digital terhadap kehidupan.

Orang-orang yang berkomunikasi lewat jaringan elektronik tidak terlalu mementingkan perbedaan posisi mereka dan cenderung lebih terbuka dalam mengeluarkan pemikirannya, bahkan seringkali tanpa ada sekat. Demikian ujar Thomas A Stewart, kepala Pemasaran dan Pengetahuan Officer Booz & Company, sebuah perusahaan konsultan manajemen global.

Sebagian organisasi merespons perkembangan ini, dimana e-mail, facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya, dipandang sebagai peristiwa perubahan kebudayaan yang besar yang berpengaruh bagi cara kerja dan sistem pengambilan keputusan organisasi mereka.

Sedangkan Dicky Andika, S. Sos, M.Si, seorang pengajar mata kuliah Komunikasi Antar Budaya sempat mengatakan, wacana-wacana kebudayaan kini tengah tumbuh ke arah titik ekstrem, ke jurusan yang melampaui kondisi yang normal, yang bisa diterima akal sehat. Berbagai wacana kebudayaan pun mengalami pergeseran yang mendasar.

Wacana seksualitas telah berkembang jauh melampaui sifat alamiah seksual itu sendiri. Fenomena video porno baik yang mirip selebritis, atau kalangan pemuda-pemudi biasa, yang terumbar bebas di dunia maya umpamanya.

Dimensi-dimensi seksualitas dan tubuh pun perlahan (tapi pasti) bergeser dan mulai kehilangan kesakralannya. Pada titik ini, eksploitasi tubuh menjadi sebatas instrumen display dan benda komoditi di pentas kebudayaan pop.

Globalisasi budaya lewat internet telah menyebabkan lenyapnya batas-batas sosial, kategori sosial, dan identitas sosial. Cyberspace atau ruang maya yang tercipta dalam jaringan internet menjadi sebuah ruang yang tanpa identitas, tanpa tuan, atau bahkan tanpa nilai.

Dalam ruang maya internet, batas sosial antara dunia anak-anak dan dunia orang dewasa lenyap di tangan situs-situs porno, video biru, blue film, atau cyberporn. Ini terjadi karena perkembangan media informasi (televisi, video, komputer, dan internet itu sendiri) telah bersifat sangat transparan.

Artinya, setiap informasi yang sebelumnya secara sosial, moral, dan religi dianggap terlarang, tabu, dan haram, kini semuanya dapat diperoleh begitu gampang. Pada akhirnya, internet berubah menjadi 'warung libido elektronik' di dunia maya yang memicu hasrat dan fantasi seksual dengan karut-marut informasi seks yang kacau nilai. Meski ada pula yang pro pornomedia. Keakraban dengan sesuatu yang alami dan nyata (real) kini telah berganti dengan keeratan sesuatu yang tak nyata, virtual, dan semu.

Kapan terakhir kita melihat pemandangan anak-anak bermain gatrik, galah atau permainan tradisional lain yang akrab dengan alam? Anak-anak lebih akrab dengan game tentang sepakbola, daripada bermain sepakbola langsung di lapangan terbuka. Kawula muda lebih mahir mengunduh video porno idolanya, ketimbang menciptakan simfoni musik gamelan.

Kekosongan pedoman pendidikan etika dalam isu seks dan kian longgarnya batas-batas nilai tabu dalam masyarakat, telah diisi oleh media-media yang menjadi saluran katarsis dan eskapisme, ketika masalah tanggung jawab nilai dan moral dianggap urusan pribadi.

Bukankah pihak yang pro pornomedia biasanya selalu mengatasnamakan kebebasan ekspresi dan pihak yang kontra selalu mengatasnamakan tanggung jawab publik.

Perkembangan internet memang layak disambut gembira. Hanya saja kita layak bersikap kritis sejauh mana internet telah dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang produktif dan memberikan nilai tambah bagi peningkatan kualitas kebudayaan kita. Antisipasi perkembangan the net generation ini seperti yang disampaikan oleh John Naisbitt dalam buku 'High Tech High Touch' (2000), jangan sampai kebudayaan terdistorsi ke dalam zona 'mabuk teknologi'.

sumber : http://inilah.com/news/read/politik/2010/06/13/595801/budaya-seks-dan-zona-mabuk-internet/

POPULAR

Museum Tsunami Aceh Persiapkan Inovasi berbasis Teknologi Digital

MUSEUM Tsunami Aceh terus lakukan inovasi untuk menjadi destinasi edukasi kebencanaan yang lebih modern dan menarik. Dengan mengusung konsep digitalisasi, museum akan memberikan pengalaman baru yang lebih interaktif dan imersif bagi para pengunjung. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, menjelaskan bahwa empat ruang utama di museum akan ditata ulang secara signifikan. Ruang-ruang tersebut meliputi lorong tsunami, memorium hall, lobi lantai dua, dan ruang pameran tetap. "Kami ingin menghadirkan pengalaman yang lebih mendalam dan menyentuh bagi pengunjung. Lorong tsunami akan dilengkapi dengan visual 3D pada lantai dan dinding, menciptakan sensasi seolah berada di tengah gelombang tsunami," ujar Almuniza, Rabu, 17 September 2025. Sementara itu, memorium hall yang ikonik akan diperbaharui dengan serangkaian LED berbentuk persegi panjang, menggantikan layar yang sudah ada. Tujuannya adalah untuk menampilkan konten-konten sejarah dan edukasi secara lebih d...

GenBI Universitas Islam Aceh Sosialisasi CBP Rupiah di MAN 3 Bireuen

GENERASI Baru Indonesia (GenBI) Komisariat Universitas Islam Aceh  melaksanakan sosialisasi Cinta, Bangga, dan Paham (CBP) Rupiah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Bireuen, Sabtu, 20 September 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran kepada pelajar mengenai pentingnya mencintai dan menggunakan Rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa. Dalam sosialisasi tersebut, para anggota GenBI memaparkan materi seputar sejarah Rupiah, ciri-ciri keaslian uang, serta cara merawat Rupiah agar tetap dalam kondisi layak edar. Selain itu, siswa juga diajak memahami bagaimana Rupiah mencerminkan identitas dan kebanggaan nasional. Kegiatan berlangsung interaktif dan penuh semangat. Siswa MAN 3 Bireuen terlihat sangat antusias, ditandai dengan banyaknya pertanyaan yang diajukan serta keaktifan mereka dalam mengikuti sesi kuis. Suasana semakin meriah ketika beberapa siswa berhasil menjawab pertanyaan dan mendapatkan hadiah menarik. "Kami sangat senang bisa hadir di MAN 3 Bireuen. Antusiasm...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...