Langsung ke konten utama

The Senior Citizen Embraces the Internet

I just heard words I never expected to hear from my mother: “Well, why don’t you just email it to me as an attachment?” This is a woman who owned, and presumably used, her computer for 3 years before she discovered she could minimize a window! Now, lo and behold, she’s almost, dare I say, becoming comfortable with using that amazing machine in her study.

Like my mother, more and more senior citizens are utilizing their computers beyond playing their favorite card games. They are discovering that the Internet can connect them, cheaply and easily, to friends old and new. Grandparents can stay more in tune with little Josh’s first steps or Hannah’s piano recital when proud parents send pictures and video clips. Far-flung families can post regular updates and accomplishments on personal blogs or websites (made simple and almost professional looking with a free application like WordPress). Voice Over Internet Providers and cell phone packages have made even the simple act of keeping in touch by phone much cheaper.


In addition to staying connected with family, seniors are discovering that the Internet can open them up to new acquaintances. Last summer, thousands mourned the death of Australian Olive Riley, whom they had grown to love through her posts. Readers from around the world regularly logged on to share her thoughts and memories. Olive started blogging at the age of 107.

No matter what their interests, senior citizens can discover plenty of others to share them. Just a quick perusal of a WordPress gallery shows websites dedicated to people’s dogs, hobbies, recipes or neighborhoods. At a time when age slows a person down and prevents one from venturing out very often, it’s a wonderful boon to be able to connect with others from the comfort of home. Whether checking Lorna’s post to discover what’s new in her retirement village in Florida or discovering that new friend Harold is a great partner for online bridge games, seniors find their world opening rather than closing.

While I don’t expect (or even hope!) to find videos of my mother popping up on YouTube anytime soon, I’m happy for her and her fellow senior citizens that the wonders of technology can open her world wider even as physical constraints might be making it narrower

source : http://www.symphony2u.info/?p=4764

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...