Langsung ke konten utama

Reuters Tells Journos: Don’t Break News on Twitter! Rate This Quantcast


Reuters is in a bit of a bind.
To protect its bread-and-butter wire service, it’s telling its journalists not to “scoop the wire” by breaking news stories on Twitter. According to the latest guidelines issued to staff:
As with blogging within Reuters News, you should make sure that if you have hard news content that it is broken first via the wire. Don’t scoop the wire. NB this does not apply if you are ‘retweeting’ (re-publishing) someone else’s scoop.
“Scooping the wire” must have been a difficult discussion internally. Just a year ago, Dean Wright, the agency’s global editor for ethics and innovation (interesting to see that Reuters has paired ethics and innovation in the same position) wrote in a blog:

If I don’t beat the Reuters wire with a live tweet because I deliberately hold back, someone else will. If I don’t beat the Reuters wire because I’m slow or inattentive, someone else will. The reason my live tweeting was fast is that it was unintermediated, while the journalist covering the story went the traditional route and had a discussion with an editor about how best to position and play the story. Both methods have important roles. In this case, the editor added value.
Overall, the guidelines are constructive. Reuters wants its journalists to:

  • Get manager approval before using social networks for professional purposes

  • Have a second pair of eyes to look over the tweets before sending

  • Separate professional and private activity through different accounts

  • Think about whether they’re linking only or mainly to voices on one side of a debate 


  • The concern at Reuters is understandable. But it needs to keep two things in mind:

    First, though powerful, Twitter is a very niche product that doesn’t (yet) have the same reach as TV or the wires. Breaking news will be seen by more editors, financial services analysts and investors faster on the wires. When was the last time you heard of a fund manager putting a sell or buy order on a stock because of what he/she read on Twitter?

    Second, in the long run, such a move robs Reuters and its journos of the knowledge of how to build a sustainable and effective news service through social media services. Ultimately, a modern journalist has a personal brand that matters.
    source : http://thenowledge.com/2010/03/12/reuters-tells-journos-dont-break-news-on-twitter/

    POPULAR

    Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

    Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

    Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

    MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

    Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

    UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...