Langsung ke konten utama

MUI Batam Tolak Pengenaan Pajak PSK

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batam menolak pengenaan pajak daerah terhadap jasa pekerja seks komersial (PSK) untuk menambah pendapatan asli daerah.

"Pengenaan pajak seperti itu terkesan melegalkan PSK, tentu saja kami menolak dengan tegas," kata Ketua MUI Batam, Usman Ahmad di Batam, Selasa.

Ia mengatakan meskipun mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) hingga Rp6 miliar per tahun, namun, pajak PSK tidak baik untuk masyarakat.

"Dengan alasan apa pun, ulama menolak pemberlakuan pajak, yang kemudian uangnya digunakan untuk masyarakat," kata dia.


Hal senada dikatakan Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Kepulauan Riau (Kepri) Chablullah Wibisonoyang, yang mengatakan pemberlakuan pajak sama saja dengan melegalkan prostitusi.

Karena bentuk jasa ilegal, kata dia, melanjutkan, maka uang yang dihasilkan juga ilegal. Pengenaan pajak daerah terhadap PSK, lanjut dia, juga bertentangan dengan semangat Batam Bandar Dunia Madani.

"Itu tidak sesuai dengan Bandar Dunia Madani, jadi tidak seharusnya pajaknya kita ambil," kata dia.

Namun, kata dia melanjutkan, jika Pemerintah Kota Batam mengenakan pajak daerah terhadap jasa yang berada di sekitar kawasan prostitusi, maka tidak apa-apa.

"Misalnya, pajak kepada restoran, hotel, taksi dan ojek yang berusaha di sekitar kawasan, maka itu tidak apa-apa," kata dia.

Di tempat terpisah, anggota Komisi I DPRD Kota Batam Riki Syolihin mengatakan jika pemakai jasa PSK dikenakan pajak 10 persen, maka Batam bisa meraup PAD sekitar Rp6,4 miliar tiap tahun.

Ia mengatakan, di Teluk Pandan memiliki 40 bar yang masing-masing memiliki 30 PSK.

"Jika nilai pajak Rp150.000, dikalikan 1.200 PSK, kali 30 hari kali 12 bulan, maka PAD yang bisa didapat Rp6,4 miliar," kata dia.

sumber : http://www.antaranews.com/berita/1266309335/mui-batam-tolak-pengenaan-pajak-psk

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...