Maraknya tayangan infotainment, reality show dan talk show di media massa mendapat sorotan khusus Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia, mengingat dampaknya yang dinilai sudah meresahkan publik, sehingga perlu mempertegas perannya dalam melahirkan karya jurnalistik.
Demikian pandangan yang mengemuka dalam dialog yang diikuti praktisi media, akademisi dan juga pimpinan dari Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa.
Hadir Ketua KPI Sasa Djuarsa, Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, Ketua Umum PWI Margiono, mantan anggota KPI Ade Armando, dan sejumlah wartawan baik cetak maupun elektronik.
Muncul dua pandangan dalam acara tersebut, yakni infotainment sebagai karya jurnalistik atau bukan dan pandangan lainnya yang menyebutkan reality show dan talk show bukanlah sebagai karya jurnalistik.
Setelah berlangsung perdebatan, akhirnya peserta diskusi sependapat dengan pandangan Sasa Djuarsa dan Leo Batubara yang menyatakan bahwa infotainment merupakan karya jusrnalistik, walaupun banyak memerlukan "pembinaan" agar bisa memenuhi tuntutan standar jurnalistik yang layak.
Leo Batubara mengatakan, infotainment merupakan karya jurnalistik yang tergolong sebagai soft journalism.
Ia juga menyampaikan bahwa masih banyak tayangan infotainment yang menonjolkan unsur gosip dan desas-desus sehingga kerap disebut sebagai jurnalisme comberan.
Kalau persoalan infotainment bisa berlangsung mulus dalam mencari solusinya, tidak demikian halnya dengan diskusi mengenai reality show dan talk show.
Pandangan pertama menilai kedua genre dalam media penyiaran itu bukanlah karya jurnalistik karena unsur kepentingan publiknya tidak terlihat jelas. Pandangan itu diwakili Sasa Djuarsa.
Sedangkan yang menilai sebagai karya jurnalstik diwakili oleh Margiono yang berargumen bahwa setiap kegiatan yang mencari, mengolah dan menyiarkan informasi untuk publik sudah tergolong karya jurnalistik.
"Persoalannya orang yang menjalankan tugas jurnalistiknya masih belum memenuhi standar jurnalistik yang baik. Memang UU Pers kita masih belum memadai untuk membuat wartawannya menjadi berkualitas," kata Margiono.
Lebih jauh diskusi soal reality show dan talk show akhirnya menghasilkan kesepakatan sementara, khususnya dari Dewan Pers dan KPI untuk melakukan kajian yang lebih mendalam lagi serta monitoring bersama terhadap tayangan infotainment, reality show dan talk show, dan memberikan teguran atas setiap pelanggaran yang dilakukan.
"Kami sementara ini sepakat untuk memberikan teguran bersama," kata Sasa Djuarsa.
Bagi Leo batubara, pemecahan masalah yang adalah dengan memberdayakan peran masyarakat sipil, yaitu publik memberikan tekanan kepada pemerintah dan DPR agar memfasilitasi pembentukan Media Watch yang profesional di setiap ibukota propinsi.
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1264501482/tayangan-infotainment-dan-reality-show-diperdebatkan
Demikian pandangan yang mengemuka dalam dialog yang diikuti praktisi media, akademisi dan juga pimpinan dari Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa.
Hadir Ketua KPI Sasa Djuarsa, Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, Ketua Umum PWI Margiono, mantan anggota KPI Ade Armando, dan sejumlah wartawan baik cetak maupun elektronik.
Muncul dua pandangan dalam acara tersebut, yakni infotainment sebagai karya jurnalistik atau bukan dan pandangan lainnya yang menyebutkan reality show dan talk show bukanlah sebagai karya jurnalistik.
Setelah berlangsung perdebatan, akhirnya peserta diskusi sependapat dengan pandangan Sasa Djuarsa dan Leo Batubara yang menyatakan bahwa infotainment merupakan karya jusrnalistik, walaupun banyak memerlukan "pembinaan" agar bisa memenuhi tuntutan standar jurnalistik yang layak.
Leo Batubara mengatakan, infotainment merupakan karya jurnalistik yang tergolong sebagai soft journalism.
Ia juga menyampaikan bahwa masih banyak tayangan infotainment yang menonjolkan unsur gosip dan desas-desus sehingga kerap disebut sebagai jurnalisme comberan.
Kalau persoalan infotainment bisa berlangsung mulus dalam mencari solusinya, tidak demikian halnya dengan diskusi mengenai reality show dan talk show.
Pandangan pertama menilai kedua genre dalam media penyiaran itu bukanlah karya jurnalistik karena unsur kepentingan publiknya tidak terlihat jelas. Pandangan itu diwakili Sasa Djuarsa.
Sedangkan yang menilai sebagai karya jurnalstik diwakili oleh Margiono yang berargumen bahwa setiap kegiatan yang mencari, mengolah dan menyiarkan informasi untuk publik sudah tergolong karya jurnalistik.
"Persoalannya orang yang menjalankan tugas jurnalistiknya masih belum memenuhi standar jurnalistik yang baik. Memang UU Pers kita masih belum memadai untuk membuat wartawannya menjadi berkualitas," kata Margiono.
Lebih jauh diskusi soal reality show dan talk show akhirnya menghasilkan kesepakatan sementara, khususnya dari Dewan Pers dan KPI untuk melakukan kajian yang lebih mendalam lagi serta monitoring bersama terhadap tayangan infotainment, reality show dan talk show, dan memberikan teguran atas setiap pelanggaran yang dilakukan.
"Kami sementara ini sepakat untuk memberikan teguran bersama," kata Sasa Djuarsa.
Bagi Leo batubara, pemecahan masalah yang adalah dengan memberdayakan peran masyarakat sipil, yaitu publik memberikan tekanan kepada pemerintah dan DPR agar memfasilitasi pembentukan Media Watch yang profesional di setiap ibukota propinsi.
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1264501482/tayangan-infotainment-dan-reality-show-diperdebatkan