Langsung ke konten utama

"Ngeseks", Kok Minta Lewat Belakang?


Memiliki pasangan yang mahir dalam teknik bercinta memang menyenangkan. Namun, bagaimana bila pasangan suka melakukan hubungan lewat "belakang" alias seks anal?

Meski sodomi atau hubungan seks yang dilakukan lewat dubur sering kali dilakukan oleh pasangan homoseksual, ternyata tak sedikit pria heteroseksual yang diam-diam ingin melakukan seks anal dengan istrinya.

"Sekitar 15 persen sodomi dilakukan antarlaki-laki, sedangkan sodomi dengan istri sekitar 3 persen," kata pakar seksologi Prof Dr dr Alex Pangkahila, Sp And dari Universitas Udayana, Bali.

Untuk kelompok heteroseksual, yang senang dengan sodomi pada umumnya merasa lebih terpuaskan dengan sodomi. "Mereka akan lebih puas karena jepitan otot-ototnya lebih kuat dibandingkan otot vagina," katanya.


Prof Alex menekankan, hubungan seks yang dilakukan lewat anal tidak sehat. "Secara alami, hubungan diciptakan memang lewat vagina karena diharapkan secara fisiologis, saat penis dimasukkan, terjadi respons pembasahan di vagina agar tidak terjadi perlukaan," paparnya.

Perlendiran vagina memang tidak selalu terjadi secara fisiologis sehingga terkadang terjadi nyeri saat hubungan seksual dilakukan. Penyebab kurangnya lendir bisa beragam, antara lain karena foreplay yang kurang lama, stres, diabetes, pengaruh obat-obatan, atau kebiasaan mengonsumsi alkohol secara berlebihan.

"Bila hubungan seks dilakukan lewat anus yang relatif tidak terjadi pembasahan, maka sudah pasti hubungan seks akan terasa menyakitkan. Selain itu, kepekaan saraf erotiknya berbeda dengan saraf vagina sehingga kenikmatan tidak didapat oleh wanita," papar Alex. Padahal, hubungan seks sejatinya mampu memuaskan kedua belah pihak.

sumber : http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/22/13495615/.quot.Ngeseks.quot...Kok.Minta.Lewat.Belakang

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...