Langsung ke konten utama

Anne J Cotto, Risih Fatwa Haram


Anne J Cotto termasuk cewek yang risih dengan fatwa pengharaman rebounding dari sebuah Organisasi Masyarakat di Jawa Timur.

Bagi Anne, masih banyak yang secara prinsipil diurus ketimbang soal rebounding. Salah satunya soal pelacuran.

“Pelacuran di jalan raya sangat merusak. Nah yang seperti itu yang seharusnya diurusin,” kata Anne saat ditemui di Gedung Arsip Nasional, Jakarta Pusat, Senin (18/01) malam.

Hal lain yang harusnya menjadi perhatian MUI, kata Anne adalah soal suami yang beristri banyak, tapi tak bertanggung jawab.

Anne menilai pria yang memiliki istri lebih dari satu, namun tidak mampu bersikap bijak, dapat menimbulkan kecemburuan bahkan ketimpangan.

“Kalau nggak bisa ngurus anak dan keluarga, nantinya malah bisa menelantarkan anaknya. Laki-laki yang nggak membiayai dan menelantarkan anaknya, itu yang harus dihukum,” imbuhnya.

Anne juga menyoroti pendidikan serta kesehjateraan beberapa kelompok masyarakat yang selama ini malah terkesan dipinggirkan. Anne berharap pengangguran dan pelacuran bisa mendapat perhatian lebih daripada meributkan fatwa haram.

Soal fatwa haram rebounding rambut yang dikeluarkan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur bagi Anne itu sangat berlebihan.

“Kalau rambut yang saya tahu, memang tidak boleh diwarnain. Tapi saya kembali lagi masalah dosa dan itu antara makhluk dan Tuhan. Kalau memang negara kita negara Isla, itu oke kita lakukan secara Islam. Kita kan bukan (negara Islam-red). Kalau menurut saya sih itu terlalu mengada-ada,” pungkasnya.
sumber : http://www.rmblitz.com/index.php?q=infotaint&id=5244

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...