Langsung ke konten utama

Maudy Ayunda Jadi Zakiah Nurmala di Sang Pemimpi



Terlahir di Jakarta 19 Desember 1994, Maudy Ayunda merupakan bintang baru yang patut diperhitungkan. Debutnya dalam dunia hiburan tanah air dimulai saat dirinya membintangi film Untuk Rena di tahun 2006 yang notabene waktu ia usia 12 tahun. Dalam film arahan sutradara Riri Riza ini, tidak tanggung-tanggung di film ini Maudy mendapatkan peran utama dan beradu akting dengan aktor Surya Saputra.

Ditahun 2009 ini dirinya kembali terlibat di sebuah film yang bisa dibilang cukup ditunggu oleh para penonton di tanah air. Sang Pemimpi yang merupakan bagian dari sekuel film Laskar Pelangi siap diluncurkan. Di film yang kembali diarahkan oleh Riri Riza ini Maudy berperan sebagai gadis melayu nan cantik bernama Zakiah Nurmala yang disukai oleh Arai.


Tak seperti bintang muda lainnya yang sering tampil di layar kaca setelah muncul di layar lebar, gadis yang masih duduk di bangku sekolah kelas 1 SMA di Mentari International School ini mengaku sangat mementingkan pendidikannya daripada untuk dunia akting. “Aku milih banget ngga mau yang ganggu sekolah, jadi benar-benar yang milihnya yang syutingnya di hari libur doang, makanya film Untuk Rena dan Sang pemimpi ini benar-benar yang syutingnya di hari libur,” ujarnya saat ditemui di MP Bookpoint, Jakarta Selatan. Ini dibuktikannya dengan meraih juara dua Speech Competition dan beberapa penghargaan lainnya di bidang akademis.

Sulung dari 2 bersaudara ini mengaku sangat senang bisa bermain di film sang Pemimpi, “aku seneng dan bangga bisa bermain di film sang pemimpi karena film ini merupakan kelanjutan film Laskar Pelangi, yang merupakan film yang paling banyak ditonton oleh masyarakat Indonesia jadi seneng aja,” ujarnya lagi. Selain itu gadis yang hobby bermain gitar ini sangat berharap peran nya di film ini bisa memuaskan penonton dan tidak mengecewakan. (21cineplex.com)

Komentar

POPULAR

Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama Nusantara

Teori tentang kerajaan Islam pertama di Nusantara sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para peneliti, baik cendekiawan Muslim maupun non Muslim. Umumnya perbedaan pendapat tentang teori ini didasarkan pada teori awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Mengenai teori Islamisasi di Nusantara, para ahli sejarah terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu pendukung (i) Teori Gujarat (ii) Teori Parsia dan (iii) Teori Mekah (Arab). Bukan maksud tulisan ini untuk membahas teori-teori tersebut secara mendetil, namun dari penelitian yang penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Teori Mekkah (Arab) lebih mendekati kebenaran dengan fakta-fakta yang dikemukakan. Teori Mekkah (Arab) hakikatnya adalah koreksi terhadap teori Gujarat dan bantahan terhadap teori Persia. Di antara para ahli yang menganut teori ini adalah T.W. Arnold, Crawfurd, Keijzer, Niemann, De Holander, SMN. Al-Attas, A. Hasymi, dan Hamka. i Arnold menyatakan para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika mereka mendo...

Generasi Muda Wajib Tahu! Museum Tsunami Aceh Jadi Pusat Belajar Mitigasi

MUSEUM Tsunami Aceh kembali jadi sorotan. Kali ini, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ( Wamen Dukbangga ) atau Wakil Kepala BKKBN , Ratu Ayu Isyana Bagoes Oka , berkunjung langsung untuk melihat bagaimana museum kebanggaan masyarakat Aceh ini terus hidup sebagai pusat edukasi kebencanaan, Kamis, 9 Oktober 2025.  Didampingi Ketua TP PKK Aceh Marlina Usman, kunjungan ini bukan sekadar seremoni. Isyana menegaskan bahwa museum ini punya peran strategis: bukan hanya monumen peringatan tsunami 2004 , tapi juga ruang belajar generasi muda tentang kesiapsiagaan bencana dan ketangguhan keluarga. “Museum ini jadi pengingat dahsyatnya tsunami 2004, sekaligus tempat belajar bagi generasi yang saat itu belum lahir. Mereka perlu tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang,” ujar Isyana, yang juga mengenang pengalamannya meliput langsung Aceh pascatsunami 20 tahun lalu. Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh M Syahputra AZ, menyambut hangat kunjungan ini. Ia menegaskan bahw...

Museum Tsunami Aceh Hadirkan Koleksi UNHCR sebagai Media Pembelajaran Kebencanaan

UPTD Museum Tsunami Aceh akan segera memperkaya koleksinya dengan penambahan barang-barang bersejarah berupa bantuan kemanusiaan yang digunakan pada masa tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi pasca tsunami 2004. Koleksi ini akan disumbangkan oleh UNHCR Indonesia sebagai wujud dukungan terhadap upaya pelestarian memori kolektif bencana dan pendidikan kebencanaan. Barang-barang yang akan diserahkan antara lain selimut, ember, perlengkapan dapur, dan tikar yang membawa logo UNHCR. Kepala Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Francis Teoh, menegaskan bahwa benda-benda tersebut bukan sekadar artefak, melainkan simbol nyata dari solidaritas global. “Barang-barang ini merupakan saksi bisu dari upaya kemanusiaan dunia yang menyatu dengan gelombang solidaritas untuk Aceh,” ujar Teoh, Sabtu, 27 September 2025. Teoh yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di UNHCR dan terlibat langsung dalam tanggap darurat tsunami Aceh, menambahkan bahwa Museum Tsunami Aceh adalah ruang pembelaj...